Dirangkum detikTravel, Rabu (31/10/2018), berikut fakta-fakta kecelakaan Boeing 737 Max 8 milik Lion Air bernomor registrasi JT 610 pada Senin (29/10) itu:
1. Lion Air JT 610, kecelakaan pertama Boeing 737 Max 8
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di Indonesia, Lion Air lah maskapai pertama yang menggunakan pesawat jenis tersebut, yang diterima Juli 2017 di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang. Kemudian pesawat tersebut baru mulai digunakan pada Agustus 2017.
Hingga kini belum diketahui penyebab pasti jatuhnya pesawat Lion Air JT 610. Pihak yang berwenang masih terus melakukan investigasi.
2. Lion Air JT 610 sempat ingin kembali ke Bandara Soeta
Sebelum hilang kontak & jatuh, pilot sempat ingin kembali ke Bandara Soekarno-Hatta. Apa arti 'return to base'? Menurut stepchangeinsafety.net, Return to Base (RTB) sangat penting untuk keselamatan penerbangan karena ada kekhawatiran akan masalah teknis yang serius.
RTB dilakukan ketika pilot pesawat memilih untuk kembali ke bandara tanpa menyelesaikan perjalanannya. Ini adalah tindakan pencegahan dan dalam sebagian besar kasus disebabkan oleh masalah teknis kecil.
Ada sejumlah alasan mengapa pesawat tidak dapat menyelesaikan perjalanan yang direncanakannya. Berikut klasifikasi dan tingkatannya:
a. RTB: pilot telah mengikuti prosedur pencegahan standar dan telah kembali ke pangkalan sehingga pesawat dapat diperiksa oleh para insinyur
b. Pan Call: pilot telah mengikuti prosedur pencegahan standar dan telah kembali ke pangkalan, meminta prioritas untuk mendarat. Bandara akan menempatkan layanan darurat siaga sebagai tindakan pencegahan
c. Mayday: pilot telah mengeluarkan peringatan Mayday dan harus segera mendaratkan pesawat.
3. Lion Air dan 12 kecelakaan pesawat di dunia tahun 2018
Musibah kemarin adalah kecelakaan pesawat ke-13 yang terjadi tahun ini. Pertama, 13 Januari 2018, pesawat Boeing 737-800 milik maskapai Pegasus Airlines. Kedua, 11 Februari 2018, pesawat Antonov An-148 milik Saratov Airlines jatuh tak lama setelah take off dari Bandara Domodedov.
Ketiga, 18 Februri 2018, pesawat ATR 72-200 milik maskapai Iran Aseman jatuh ke Pegunungan Zagros. Keempat, 12 Maret 2018, pesawat Bombardier Q400 milik US-Bangla Airlines jatuh di Bandara Tribhuvan.
Kelima, 17 April 2018, pesawat Boeing 737-700 milik Southwest Airlines mendarat darurat. Keenam, 18 Mei 2018, pesawat Boeing 737-200 milik Cubana de Aviacion jatuh setelah take off dari Bandara Internasional Jose Marti
Ketujuh, 28 Juli 2018, pesawat ATR 72-500 milik maskapai Air Vanuatu terpeleset di bandara setelah terbang dari Tanna ke Port Villa di Vanuatu. Kedelapan, 31 Juli 2018, pesawat jenis Embraer ERJ-190AR milik maskapai Aeromexico jatuh ke hutan Durango tak lama setelah take off.
Kesembilan, 10 Agustus 2018, pesawat jenis Bombardier Dash 8 Q400 milik Horizon Air dicuri dari Bandara Internasional Seattle-Tacoma, Amerika Serikat. Kesepuluh, 16 Agustus 2018, pesawat jenis Boeing 737-800 milik maskapai Xiamen Airlines tergelincir di landasan Bandara Internasional Ninoy Aquino, Filipina akibat hujan deras.
Kesebelas, 1 September 2018, pesawat jenis Boeing 737-800 Utaur terbakar ketika mendarat di Bandara Internasional Sochi. Keduabelas, 28 September 2018, pesawat jenis Boeing 737-800 milik maskapai Air Nugini tersasar di sebuah laguna dekat Bandara Internasional Chuuk, Mikronesia.
Terakhir, 29 Oktober 2018, pesawat Lion Air JT 610 dengan rute Jakarta-Pangkalpinang jatuh ke perairan Karawang. Hal ini tak lama setelah take off dari Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng.
4. Boeing: 63% kecelakaan saat take off dan landing
Boeing pernah melakukan riset statistik tentang kecelakaan pesawat dengan periode penelitian tahun 1959-2017. Dalam riset statistik itu, ada data soal Fatal Accidents and Onboard Fatalities by Phase of Flight alias kecelakaan fatal dan korban jiwa di kabin berdasarkan fase terban.
Ternyata, 63 persen kecelakaan terjadi saat proses lepas landas dan mendarat. Rinciannya 14 persen kecelakaan terjadi saat lepas landas dan dibagi dua lagi yaitu 7 persen saat fase take off, 7 persen sisanya terjadi saat fase initial climb, yakni saat pesawat untuk mendapatkan kondisi optima dan stabil harus meningkatkan ketinggian.
Kemudian, 49 persen kecelakaan terjadi dalam proses pendaratan. Rinciannya, 27 persen kecelakaan terjadi saat final approach. Kemudian 22 persen kecelakaan terjadi saat landing, yakni tahap terakhir saat pesawat menurunkan kecepatan ketika ingin tiba di runway.
Kedua fase paling krusial ini sering disebut dengan istilah 'plus three minus eight'. Yakni tahap berbahaya yang terjadi dalam kecelakaan pesawat pada waktu 3 menit pertama saat take off dan 8 menit menuju landing.
Sedangkan, fase terendah kecelakaan ada pada saat climb alias naik ke ketinggian aman (5% insiden), cruising atau terbang normal (11%), descent atau turun ketinggian (4%). Cruising adalah momen saat pesawat sedang berada di udara dan terbang dengan stabil.
5. Ketinggian Naik-Turun Lion Air JT 610
Sesaat sebelum jatuh, pilot Lion Air PK-LQP Bhavye Suneja melaporkan adanya masalah kendali dengan pesawat bernomor registrasi JT 610 itu. Berdasarkan data hasil pelacakan, pesawat yang membawa 189 orang itu terbang terlalu cepat dengan ketinggian yang naik turun.
Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) sebelumnya menyebut Lion Air JT 610 sempat terbang dengan kecepatan 340 knot atau 629,68 kilometer per jam sebelum jatuh. Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono menyebut kecepatan itu 'kencang sekali'.
Kecepatan dan ketinggian Lion Air JT 610 sebelum jatuh terlacak lewat situs FlightAware. FlightAware dalam profilnya menyatakan sebagai perusahaan pelacak data penerbangan terbesar di dunia dan mendapatkan data dari 55 ATC di seluruh dunia. Data yang dipaparkan FlightAware bukanlah data resmi dari otoritas berwenang. (msl/aff)
Komentar Terbanyak
Study Tour Dilarang, Bus Pariwisata Tak Ada yang Sewa, Karyawan Merana
Penumpang Pria yang Bawa Koper saat Evakuasi Pesawat Dirujak Netizen
Suhu Bromo Kian Menggigit di Puncak Kemarau