Analis geologi di Dinas ESDM NTB, Kusnadi menceritakan pengalamannya ketika seminggu yang lalu melakukan perjalanan menuju Tambora dalam rangka memberikan pemahaman tentang geopark ke siswa-siswi di SMAN 1 Pekat.
"Ada yang lain yang saya lihat di sepanjang jalan dari Sumbawa ke Dompu. Banyak asap di lereng-lereng bukit yang memperlihatkan maraknya aktivitas pembersihan lahan oleh masyarakat," ungkapnya kepada detikTravel, Kamis (8/11/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Foto: (Syarif/istimewa) |
Menurut dia, daun dan ranting yang jatuh akan terurai oleh organisme membentuk horizon tanah yang dikenal dengan horizon A. Horizon A ini merupakan zona organik dengan porositas dan permeabilitas yang besar, sehingga memudahkan air untuk masuk ke tanah dan sekaligus menjadi zona transisi sebelum masuk ke lapisan batuan yang lebih dalam.
Di lain sisi, jelas Kusnadi, rimbunnya pepohonan bisa menjadi peredam air hujan yang jatuh ke tanah sehingga tidak mengakibatkan erosi tanah. Bukit dan lereng bukit yang miring pada dasarnya merupakan sumber air bagi wilayah di bawahnya dan sangat rentan apabila ada gangguan atau perubahan.
"Apabila pohon itu hilang, yang terjadi adalah air hujan yang keras jatuh dari langit tanpa ada peredam sehingga langsung menghunjam ke permukaan tanah mengakibatkan tanah yang terkena akan terburai, sehingga yang terjadi adalah erosi atau pengikisan tanah," katanya.
Selain itu, horizon A yang sangat bermanfaat untuk menyerap air hujan pun akan hilang begitu juga horizon B dan C di bawahnya. Dampaknya air hujan yang jatuh ke tanah akan lari sebagai aliran permukaan dan membawa tanah yang dierosinya dan berkumpul di lembah yang bisa mengakibatkan banjir.
Volume air yang biasa terbagi antara air yang meresap ke dalam tanah dan mengalir langsung ke sungai tidak terjadi karena hampir semua air mengalir ke sungai sekalian membawa lumpur hasil erosi tanah.
Hal itu berdampak pada air, tanah dan sumber air masyarakat. Karenanya suplai dan pemakaian air tanah harus seimbang. Saat jumlah penduduk bertambah, maka pemakaian pun bertambah. Sedangkan suplai air hujan yang masuk ke tanah jadi berkurang.
"Itu bisa berdampak pada keringnya mata air dan sumur penduduk," ujarnya.
Terus bagaimana kalau laju erosi semakin tinggi? Tentunya, menurut Kusnadi, tanah di lereng bukit akan habis dan hanya tersisa bebatuan. Produktivitas lahan baru yang dibuka pun tidak akan bertahan lama.
Lebih jauh dijelaskannya bahwa dalam 1 cm tanah membutuhkan waktu puluhan tahun untuk terbentuk. Keadaan itu menjadi tidak sepadan dengan manfaat ekonomi sesaat yang dirasakan masyarakat saat ini yang membuka lahan baru untuk berladang.
Dampak lainnya, lumpur yang terbawa ke sungai akan berpengaruh pada pendangkalan sungai dan banyak dampak ikutan lainnya.
"Semoga kejadian banjir dan erosi 2 tahun terakhir ini menjadi pelajaran berharga," pungkasnya. (bnl/bnl)












































Foto: (Syarif/istimewa)
Komentar Terbanyak
IKN Disorot Media Asing, Disebut Berpotensi Jadi Kota Hantu
Thailand Minta Turis Israel Lebih Sopan dan Hormat
Wisatawan di IKN: Bersih dan Modern Seperti Singapura, tetapi Aneh dan Sepi