Faozal melanjutkan, pariwisata tanpa media tidak akan jalan. Oleh karena itu ia berharap peran media untuk memberitakan pariwisata sebaik-baiknya, termasuk soal pariwisata Lombok pascabencana.
"Artinya, masih melakukan kerja keras untuk meyakinkan mereka. Siapa yang bisa meyakinkan? Ya, media. Soal pemberitaan, di mana para media memberitakan soal pariwisata yang baik-baik, sesuai fakta yang saat ini terjadi pasca bencana," jelasnya dalam keterangan tertulis, Minggu (16/12/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, Ketua HPI Provinsi Nusa tenggara Barat Ainuddin menambahkan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan untuk menciptakan jurnalisme yang ramah pariwisata, di antaranya, ruang lingkup, sumber berita, metodologi pengumpulan serta pertanggungjawaban media atau organisasi.
"Ketika media memberitakan yang tidak baik akan berdampak ke pariwisata. Seperti apa dan bagaimana media ini memberitakan, harus ditegaskan lagi," tuturnya.
Gerakan Jurnalisme Ramah Pariwisata ini memang sudah ditunggu-tunggu. Ini adalah langkah untuk membuat kesepakatan, komitmen bersama untuk membangun pariwisata.
"Tanpa dukungan media, pariwisata tidak ada apa-apa karena peran media sangat penting dalam pemberitaan yang baik dan benar. Sangat diharapkan bisa terjadi di daerah kita, yaitu Lombok," tambah I Gusti Lanang selaku Ketua BDP PHRI Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Sementara Ketua Umum SMSI Auri Jaya mengatakan tingginya akses pada media digital menjadi pemicu maraknya penyebaran hoax.
"Perlu dipertegas regulasi yang mengatur bagaimana aturan menggunakan media sosial dan penyebaran berita-berita yang tidak benar. Ditambah lagi saat ini akses menuju media digital menjadi pendorong maraknya penyebaran hoax. Hal inilah yang perlu menjadi perhatian pemerintah," kata Auri yang hadir di Focus Group Discussion (FGD) SMSI dan Kemenpar, Jumat (14/12)di Hotel Killa Senggigi Beach Lombok.
Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan, media adalah garda terdepan untuk menangkal hoax.
"Pariwisata sangat rentan terhadap hoax. Dan salah satu cara menangkalnya melalui media. Butuh sinergi antara jurnalisme dengan pariwisata. Mengapa? Karena pariwisata membutuhkan citra baik. Dan hal tersebut bisa diciptakan media," katanya. (mul/ega)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum