Objek wisata ini berada di Kecamatan Teluk Sebong, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau. Pengundang Mangrove dikelola kelompok masyarakat nelayan yang mengandalkan keberadaan hutan mangrove.
Menurut Kepala Dinas Pariwisata Bintan Luki Zaiman Prawira, pembukaan objek wisata Pengudang Mangrove sekaligus untuk mengkampanyekan pelestarian lingkungan, menjaga pohon mangrove, ekosistem dan habitatnya dari kerusakan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Setelah kerja keras semua pihak, akhirnya kini Pengudang Mangrove benar-benar menjadi destinasi wisata kebanggaan masyarakat Bintan. Sudah banyak wisatawan lokal dan mancanegara yang mengunjungi tempat ini," ujar Luki, dalam keterangan tertulis, Senin (31/12/2018).
Luki memastikan wisatawan yang datang bakal terkesan dengan objek wisata ini. Wisatawan bisa mengikuti paket tur menjelajahi sungai mangrove Pengudang sejauh lebih kurang 4 km. Sepanjang perjalanan, wisatawan akan dimanjakan dengan pemandangan pohon mangrove. Mulai dari spesies rhizophora, bruguiera, hingga xylocarpus. Tumbuh pula beragam jenis pandan dan palm di sana.
"Aktivitas nelayan penangkap ketam juga menjadi daya tarik tersendiri. Nelayan setempat biasa menangkap ketam dengan bubu. Jika beruntung, wisatawan pun bisa menyaksikan kawanan monyet yang bergelantungan di pohon. Ada pula berang-berang, biawak, dan beberapa jenis burung," ungkapnya.
Melengkapi perjalanan tersebut, wisatawan bisa melihat keberadaan Batu Junjung. Diberi nama demikian, karena batu ini seolah-olah dijunjung oleh bebatuan lain. Namun, turis mancanegara asal Singapura lebih suka menyebutnya Philips Rock's.
Kepala Dinas Pariwisata Kepulauan Riau Boeralimar menambahkan, wisatawan yang berkunjung di Pengudang Mangrove tidak hanya bisa berwisata di darat. Bagi yang suka menyelam, ada beberapa tempat yang biasa dipakai untuk aktivitas snorkeling. Wisatawan bisa bermain dengan ikan-ikan kecil dan menjelajah padang lamun.
"Sesekali juga akan muncul penyu dan ikan duyung di antara padang lamun tersebut. Sebab, kawasan laut Pengudang adalah daerah konservasi padang lamun, penyu hingga kuda laut. Termasuk ikan duyung atau dugong," jelasnya.
Menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN), duyung merupakan hewan rentan punah. Duyung juga termasuk satwa yang dilindungi pemerintah, berdasarkan PP Nomor 7 Tahun 1999. Kehidupan duyung bergantung pada keberadan padang lamun. Lamun bukan hanya sebagai rumah, tetapi juga makanan bagi satwa tersebut.
"Atas kesepakatan masyarakat, akhirnya duyung resmi menjadi ikon Bintan pada tahun 2010. Sejak itu, dibangun gapura, patung dan landmark duyung. Masyarakat juga mulai memproduksi cendera mata dan batik duyung," terangnya.
Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Kementerian Pariwisata Rizki Handayani, mengaku senang dengan pertumbuhan pariwisata Bintan. Menurutnya, pariwisata Bintan terus tumbuh. Destinasi-destinasi wisata berkembang sangat baik.
"Tentu ini akan memiliki pengaruh bagu wisatawan. Karena mereka mempunyai banyak pilihan saat berada di Bintan. Kita memberikan dukungan untuk pertumbuhan ini. Karena kita berharap bisa berdampak pada tingkat kunjungan wisatawan mancanegara, khususnya wisatawan cross border asal Malaysia dan Singapura," papar Rizki yang didampingi Kabid Pemasaran Area 2 (sumatera) Asdep Pemasaran I Kiagoos Irvan Faisal.
Sementara itu, Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan Bintan mulai diperhitungkan sebagai daerah tujuan wisata. Bintan bisa diandalkan untuk menyasar wisatawan border area, yaitu Singapura dan Malaysia. (idr/fay)












































Komentar Terbanyak
Bupati Aceh Selatan Umrah Saat Darurat Bencana-Tanpa Izin Gubernur & Mendagri
Foto Tumpukan Kayu Gelondongan di Pantai Padang dan Danau Singkarak
Turis Asing di Kertajati Turun, Dedi Mulyadi: Penerbangannya Kan Nggak Ada