"Satu hal yang tidak saya sukai dan bikin sedih adalah Travel Advice," katanya pada 'Rapat Koordinasi Pemulihan Sektor Pariwisata Selat Sunda Bangkit' di Marbella Hotel, Anyer, Jumat (11/1/2019) kemarin.
Arief memberikan kisah tentang erupsi Gunung Agung di tahun 2017. Ketika itu, Gunung Agung erupsi secara terus menerus dari Agustus sampai November. Sehingga, tak sedikit negara mengeluarkan Travel Advice.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saat erupsi Gunung Agung di Bali kala itu, China mengeluarkan Travel Advice. Bayangkan, turis China datang ke Bali sebanyak 200 ribu sebulan. Saat itu, nol alias tidak ada karena turis China mematuhi Travel Advice yang dikeluarkan negaranya. Stress saya," papar Arief.
Cara mengantisipasinya, adalah dengan memberikan image yang baik. Pemantauan bencananya pun terus dilakukan dan memberikan informasi terkini. Sehingga, membuat turis tahu bagaimana perkembangannya dan perlahan Travel Advice bisa dicabut.
"Kita harus hati-hati menetapkan status bencana di suatu daerah. Ada yang pariwisatanya terkena dampak, ada yang tidak," terang Arief.
BACA JUGA: Membangkitkan Pariwisata Banten dan Lampung Pasca Tsunami
Peran pemerintah pun juga dinilai penting. Masih soal Bali saat erupsi Gunung Agung di 2017, bulan Desember saat mulai aman, Presiden Jokowi pun berkunjung ke Bali demi membuktikan Bali aman dikunjungi.
"Sekali lagi image, kita harus memberikan image yang baik, dalam contoh Bali, Pak Presiden sudah turun langsung membuktikan Bali aman," ujar Arief.
Tentu, tahap pemulihan juga harus cepat dan tepat. Kementerian Pariwisata pun mempunyai Tim Tourism Crisis Center (TCC) yang siaga memberi pelayanan informasi dan membantu turis saat terjadi suatu bencana. (bnl/fay)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum