Pengusaha hotel yang ada di kawasan obyek wisata Gunung Bromo, Sukapura, Kabupaten Probolinggo mulai resah atas maraknya pelaku jasa wisata yang menyediakan layanan perjalanan wisata satu malam atau Travel Transit. Perjalanan wisata satu malam itu, dianggap berdampak pada penurunan okupansi hotel atau tingkat hunian pengunjung hotel.
Ketua Perhimpuan Hotel dan Restaurant Indonesia (PHRI) Kabupaten Probolinggo, Digdoyo Djamaluddin mengatakan gaya transit, memberikan peluang bagi wisatawan untuk berwisata tanpa harus menginap di hotel.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Biaya yang dikeluarkan tiap orang, hanya sekitar Rp 190 ribu. Nominal tersebut, sudah termasuk biaya makan, tiket masuk wisata, dan jeep.
Pria yang akrab disapa Yoyok itu menyebut, jika rata-rata penyedia layanan perjalanan wisata satu malam berasal dari luar daerah. Seperti diantaranya, travel asal Yogyakarta, Malang dan Banyuwangi.
"Kalau lebih murah memang iya, Mas. Karena tidak ada biaya menginap di hotel. Tapi kalau dibiarkan, dampaknya ya ke hunian hotel. Bisa-bisa sepi pengunjung," ungkapnya, Selasa (26/02/19).
Adanya travel transit, sangat terasa bagi para pengusaha hotel yang ada di sekitar Gunung Bromo. Utamanya saat low season seperti saat ini, dimana tingkat hunian menurun sampai 60 persen.
"Seperti low season sekarang ini, sangat terasa Mas. Biasanya tingkat hunian hotel turun 50 persen jadi 60 persen. Harapannya ada solusi terbaik dari instansi pemerintah terkait, atas maraknya travel transit," pungkasnya.
(sym/fay)
Komentar Terbanyak
Banjir Bali, 1.000 Hektar Lahan Pertanian per Tahun Hilang Jadi Vila
Warga Harap Wapres Gibran Beri Solusi Atasi Banjir Bali
Belum Dibayar, Warga Sekitar Sirkuit Mandalika Demo-Tagih ke ITDC