Hal itu diungkapkan oleh Director of Deloitte Digital Philippine Rukhsana Pervez saat kegiatan Rakornas Pariwisata II di Gedung Sapta Pesona Kemenpar, Jakarta, Kamis (4/7/2019).
"Pemimpin di era ini harus memiliki kepekaan dan kecepatan dalam melihat dan menilai suatu perubahan dan mengintegrasikan informasi tersebut menjadi keputusan dalam menjalankan perusahaannya. Pasalnya, perkembangan teknologi yang pesat ini telah turut mengubah kebiasaan dan perilaku pasar. Apalagi industri pariwisata yang jelas semakin cepat bergerak karena digitalisasi," ujar Rukhsana, dalam keterangan tertulis, Jumat (5/7/2019)
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dan ingat, langkah tersebut harus searah dengan perubahan digitalisasi yang ada. Kalau tidak maka jelas akan ditinggal pasar," paparnya.
Ia menambahkan, langkah lain yang tak kalah pentingnya adalah keterbukaan dalam berpikir. Hal ini mutlak dibutuhkan oleh seorang pemimpin seiring dengan digitalisasi dan pekerja (utamanya pekerja milenial) kini memiliki cara yang berbeda dalam bekerja.
Untuk itu, seorang pemimpin harus memiliki pemikiran yang terbuka untuk memberikan kesempatan bagi karyawannya. Terutama dalam melakukan pekerjaannya dengan metode sesuai dengan budaya dan cara kerjanya masing-masing.
"Ini juga memacu anggota dalam team menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Karena hal ini memacu mereka untuk terus belajar dan menerapkan apa yang telah dipelajari untuk menjadi pemenang," paparnya.
"Tetapi dengan catatan selama hasil yang disampaikan tetap sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Dan yang pasti harus bisa berkomunikasi dengan baik. Tidak hanya secara fisik dengan bertatap muka, namun juga piawai dalam berkomunikasi melalui berbagai saluran berbasis teknologi. Ini dapat menunjang efektivitas dan efisiensi, contohnya melalui email, aplikasi, media sosial hingga chat messenger," imbuh dia.
Tenaga Ahli Bidang Manajemen Strategis Kemenpar, Priyantono Rudito mengatakan apa yang disampaikan Rukhsana telah menjadi budaya yang saat ini berlaku di Kemenpar. Sejak 5 tahun lalu, Kemenpar berubah dari sebuah kementerian birokrasi menjadi sebuah kementerian yang mirip korporasi. Hal ini jelas untuk menjawab tantangan era digital yang saat ini terjadi.
"Sebuah perubahan yang hadir berkat kepemimpinan Menteri Pariwisata Arief Yahya. Dirinya mengubah mindset para bawahannya menjadi pekerja profesional. Semua aspek didorong ke arah digital. Ini budaya yang terjadi di Kemenpar saat ini. Makanya kita mampu meningkatkan kinerja sektor pariwisata," kata Priyantono.
Priyantono menilai sepak terjang Arief Yahya itu menginspirasi banyak kepala daerah. Banyak pejabat struktural, maupun kalangan swasta yang mencontohnya. Berkat kinerjanya, lanjut Priyantono, pariwisata tumbuh menjadi sektor yang seksi.
Ia menjelaskan pertumbuhan pariwisata Indonesia dalam beberapa tahun terakhir mencapai 25,68%, sedangkan kawasan ASEAN hanya tumbuh 7% dan di dunia hanya 6%. Capaian ini membuat sektor pariwisata menjadi sektor penghasil devisa yang mumpuni. Devisa yang dihasilkan pariwisata di tahun 2018 sebesar USD 19,6 miliar.
Mengacu data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS), pada Kamis (4/7/2019), wisman memiliki rata-rata spending USD 1.240,22 selama berada di Indonesia. Sedangkan arus wisman masuk sebesar 15,81 juta wisman. Dengan torehan tersebut, pariwisata mendekati target devisa tahun 2019.
(prf/ega)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum