Kebotakan di Hutan Konservasi Gunung Rinjani

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Kebotakan di Hutan Konservasi Gunung Rinjani

Ahmad Masaul Khoiri - detikTravel
Rabu, 18 Sep 2019 12:15 WIB
Kebotakan di Hutan Konservasi Gunung Rinjani
Foto: (BTNGR/Instagram)
Lombok timur - Perambahan, pembalakan dan kebakaran adalah momok utama hutan kita, tak terkecuali Gunung Rinjani ditimpa hal tersebut. Inilah kasus terbarunya.

Dihimpun detikcom, Rabu (18/9/2019), Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) prihatin dengan kawasan yang dikelolanya. Hutan Pesugulan tepatnya, kawasan itu mengalami penyusutan signifikan hanya dari tahun 2015-2019.

Perambahan hutan liar di Gunung Rinjani menggerogotinya dan bikin Hutan Pesugulan semakin gundul. Oleh karenanya, BTNGR menghimbau seluruh masyarakat yang masih menempati daerah tersebut untuk segera meninggalkan lokasi secara sukarela dalam waktu 1 x 24 jam sejak diinformasikan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

 Perambahan dari 2015-2019 (BTNGR/Instagram) Perambahan dari 2015-2019 (BTNGR/Instagram) Foto: undefined


"Masyarakat diharapkan tidak kembali ke sana selama-lamanya. Kami akan melakukan penertiban dan revitalisasi fungsi Hutan Pesugulan kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani Desa Bebidas, Kecamatan Wanasaba, Kabupaten Lombok Timur guna menyelamatkan kepentingan masyarakat yang lebih banyak," jelas BTNGR dalam unggahan resminya.

BTNGR melakukan Operasi Simpatik dalam rangka revitalisasi fungsi Hutan Pesugulan TN Gunung Rinjani. Tujuan kegiatan ini adalah untuk pemusnahan tanaman dan pembongkaran gubuk serta pemasangan spanduk larangan melakukan pemanfaatan kawasan tanpa izin.



Perobohan bangunan dan pembersihan tanaman

Foto: (BTNGR/Instagram)
Sebelumnya, masyarakat telah diberikan kesempatan untuk keluar dari kawasan TN Gunung Rinjani wilayah Pesugulan. Selain membongkar gubuk-gubuk liar, masyarakat juga harus melakukan pemanenan tanaman secara sukarela sampai dengan batas waktu yang ditentukan.

"Kegiatan Operasi Simpatik dilaksanakan mulai tanggal 14-18 September 2019 dengan melibatkan 200 personil dari Balai PPHLHK Jawa Bali Nusa Tenggara, Pemerintah Provinsi NTB, TNI, POLRI, POL PP Lombok Timur, Balai KSDA NTB, dan KPH Rinjani Timur," kata BTNGR.

"Kegiatan ini dilakukan dengan tetap mengedepankan prinsip koordinasi, kehati-hatian serta azas-azas Hak Asasi Manusia," imbuhnya.

Eksekusi dimulai. Operasi Simpatik di Hutan Pesugulan, Balai TN Gunung Rinjani bersama para pihak berwenang melakukan perobohan gubuk dan pembersihan kawasan hutan dari tanaman non kehutanan yang telah ditanam oleh masyarakat

Perobohan gubuk kerja dan pembersihan kawasan hutan dilakukan setelah batas waktu yang telah ditetapkan sebelumnya. Meski demikian, Balai TN Gunung Rinjani tetap mengizinkan masyarakat untuk membongkar gubuknya sendiri, membawa material gubuk keluar dari kawasan Hutan Pesugulan serta melakukan pemanenan terhadap tanaman yang ditanam.

"Kegiatan ini juga dilakukan dengan sangat hati-hati dan seminimal mungkin memghindari konflik dengan masyarakat. Kegiatan pembongkaran gubuk dan pembersihan kawasan hutan bukan berarti menyengsarakan rakyat, karena mengembalikan fungsi kawasan hutan sebagaimana mestinya," tegas BTNGR.

Mungkin terlihat kejam, namun jika Hutan Pesugulan tidak ditanami pohon kembali dan ketika bencana datang kemudian akan timbul penyesalan. Setelah kegiatan ini akan tetap ada upaya-upaya pemberdayaan masyarakat guna mewujudkan kesejahteraannya.

Pepohanan besar dan kecil ditebang menyisakan akar (BTNGR/Instagram)Pepohanan besar dan kecil ditebang menyisakan akar (BTNGR/Instagram)




Bagaimana kondisi terakhir kawasan Hutan Pesugulan TN Gunung Rinjani?

Foto: (BTNGR/Instagram)

Kawasan yang dulunya penuh dengan tegakan pohon, sejuk dan rindang telah berubah. Itu akibat kegiatan Pemanfaatan Kawasan Tanpa Izin (PKTI).

Pohon-pohon ditebang dan digantikan dengan gubuk-gubuk semi permanen, tanaman pertanian seperti cabai, tomat, jagung, dan lain-lain. Tidak ada lagi udara segar yang menyejukkan, tinggal tanah dan debu yang beterbangan, udara panas dan matahari yang menyengat di hutan konservasi itu.

"Hutan konservasi adalah benteng terakhir kita untuk mendapatkan udara segar dan air bersih serta terlindung dari bencana erosi, tanah longsor dan banjir," ujar BTNGR.

Hutan Pesugulan TN Gunung Rinjani masih menyimpan bukti-bukti kegiatan perambahan oleh oknum masyarakat seperti tonggak pohon yang ditebang dan dibakar. Ada pula batang kayu yang berserakan serta tanah yang gersang.

Berdasarkan hasil pengecekan sumber mata air di Hutan Pesugulan saat kegiatan Operasi Simpatik, kondisinya terancam rusak dan debit yang berkurang drastis. Kondisi tersebut merupakan dampak nyata dari penebangan pohon dan penggundulan hutan.

"Ayo selamatkan hutan, sebelum mata air berubah menjadi air mata," imbau BTNGR.
Halaman 2 dari 3
Sebelumnya, masyarakat telah diberikan kesempatan untuk keluar dari kawasan TN Gunung Rinjani wilayah Pesugulan. Selain membongkar gubuk-gubuk liar, masyarakat juga harus melakukan pemanenan tanaman secara sukarela sampai dengan batas waktu yang ditentukan.

"Kegiatan Operasi Simpatik dilaksanakan mulai tanggal 14-18 September 2019 dengan melibatkan 200 personil dari Balai PPHLHK Jawa Bali Nusa Tenggara, Pemerintah Provinsi NTB, TNI, POLRI, POL PP Lombok Timur, Balai KSDA NTB, dan KPH Rinjani Timur," kata BTNGR.

"Kegiatan ini dilakukan dengan tetap mengedepankan prinsip koordinasi, kehati-hatian serta azas-azas Hak Asasi Manusia," imbuhnya.

Eksekusi dimulai. Operasi Simpatik di Hutan Pesugulan, Balai TN Gunung Rinjani bersama para pihak berwenang melakukan perobohan gubuk dan pembersihan kawasan hutan dari tanaman non kehutanan yang telah ditanam oleh masyarakat

Perobohan gubuk kerja dan pembersihan kawasan hutan dilakukan setelah batas waktu yang telah ditetapkan sebelumnya. Meski demikian, Balai TN Gunung Rinjani tetap mengizinkan masyarakat untuk membongkar gubuknya sendiri, membawa material gubuk keluar dari kawasan Hutan Pesugulan serta melakukan pemanenan terhadap tanaman yang ditanam.

"Kegiatan ini juga dilakukan dengan sangat hati-hati dan seminimal mungkin memghindari konflik dengan masyarakat. Kegiatan pembongkaran gubuk dan pembersihan kawasan hutan bukan berarti menyengsarakan rakyat, karena mengembalikan fungsi kawasan hutan sebagaimana mestinya," tegas BTNGR.

Mungkin terlihat kejam, namun jika Hutan Pesugulan tidak ditanami pohon kembali dan ketika bencana datang kemudian akan timbul penyesalan. Setelah kegiatan ini akan tetap ada upaya-upaya pemberdayaan masyarakat guna mewujudkan kesejahteraannya.

Pepohanan besar dan kecil ditebang menyisakan akar (BTNGR/Instagram)Pepohanan besar dan kecil ditebang menyisakan akar (BTNGR/Instagram)





Kawasan yang dulunya penuh dengan tegakan pohon, sejuk dan rindang telah berubah. Itu akibat kegiatan Pemanfaatan Kawasan Tanpa Izin (PKTI).

Pohon-pohon ditebang dan digantikan dengan gubuk-gubuk semi permanen, tanaman pertanian seperti cabai, tomat, jagung, dan lain-lain. Tidak ada lagi udara segar yang menyejukkan, tinggal tanah dan debu yang beterbangan, udara panas dan matahari yang menyengat di hutan konservasi itu.

"Hutan konservasi adalah benteng terakhir kita untuk mendapatkan udara segar dan air bersih serta terlindung dari bencana erosi, tanah longsor dan banjir," ujar BTNGR.

Hutan Pesugulan TN Gunung Rinjani masih menyimpan bukti-bukti kegiatan perambahan oleh oknum masyarakat seperti tonggak pohon yang ditebang dan dibakar. Ada pula batang kayu yang berserakan serta tanah yang gersang.

Berdasarkan hasil pengecekan sumber mata air di Hutan Pesugulan saat kegiatan Operasi Simpatik, kondisinya terancam rusak dan debit yang berkurang drastis. Kondisi tersebut merupakan dampak nyata dari penebangan pohon dan penggundulan hutan.

"Ayo selamatkan hutan, sebelum mata air berubah menjadi air mata," imbau BTNGR.

(msl/aff)

Hide Ads