Dilema Pendidikan Vokasional Pariwisata Indonesia

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Dilema Pendidikan Vokasional Pariwisata Indonesia

Shinta Angriyana - detikTravel
Rabu, 18 Sep 2019 14:55 WIB
Menteri Pariwisata Arief Yahya (Kemenpar)
Jakarta - Presiden Jokowi menggencarkan program pendidikan vokasional untuk mencetak lulusan prodesional yang terampil. Begitu pula dengan tenaga di sektor pariwisata.

Pendidikan vokasional merupakan jenjang pendidikan tinggi yang berfokus kepada keterampilan untuk mencetak SDM yang siap bekerja dan terampil. Lulusan program vokasi menempuh jenjang diploma, yang dimulai dari diploma 1, 2, 3 dan 4. Lulusan diploma 4 setara dengan program sarjana.

Banyak orang yang masih salah paham, bahwa vokasional memiliki tingkatan yang berbeda dengan sarjana. Sebenarnya, program ini memiliki tujuan yang berbeda dari sarjana. Program sarjana sebagian besar mempelajari teori terhadap sebuah materi, sedangkan vokasional lebih mengutamakan praktek agar dapat langsung dimplementasikan dalam dunia kerja.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Industri pariwisata tentu membutuhkan tenaga terampil, di mana dapat langsung terjun ke lapangan kerja. Menurut Menpar Arief Yahya, terdapat 6 perguruan tinggi yang berfokus pada pariwisata di Indonesia.

"Jadi perlu diketahui 6 sekolah itu vocational (vokasi). 70 persen adalah keterampilan, keterampilan yang dikeluarkan sudah tingkat ASEAN, MRATP namanya (standar ASEAN MRA On Tourism Professional -red)," ujarnya saat ditemui detikcom dalam peluncuran Calendar of Event Papua Barat di Kementerian Pariwisata, Selasa (18/9/2019) malam.

BACA JUGA: Strategi Menteri Pariwisata Arief Yahya Menuju Tourism 4.0

Menurut Arief, sekitar 10 ribu mahasiswa tercatat dalam 6 perguruan tinggi tersebut. Sejumlah lulusannya pun mengisi berbagai jabatan di Kementerian Pariwisata. "Jadi kita meluluskan 2.500 (orang) lah per tahun. Jadi itulah yang mengisi jabatan di sini (Kementerian Pariwisata)." tambahnya.

Namun, hal ini menjadi dilema. Sebagian kecil dari lulusan berbagai perguruan tinggi tersebut bekerja di luar negeri. Menurut Arief, bahkan sejumlah lulusan mengirim hingga 1.000 USD per bulan ke orangtuanya di Tanah Air.

Tetapi, Indonesia juga membutuhkan tenaga pariwisata terampil. Di satu sisi, hal ini menjadi nilai baik untuk membantu perekonomian, namun industri Tanah Air sendiri masih membutuhkannya.

"20 Persen dari overall (keseluruhan) itu kerja di luar negeri. Dilemanya, di Indonesia dibutuhkan. Tapi saya memutuskan untuk membiarkan anak-anak kita kerja di sana. Saya juga tidak mau, TKI kita kerja di luar low skill. Sekarang middle dan high skill dan membanggakan," papar Arief.

BACA JUGA: Apa Itu Nomadic Tourism yang Digencarkan Kementerian Pariwisata?

Arief mengatakan, lulusan tersebut bahkan mengisi industri pariwisata di Timur Tengah dengan berbagai posisi yang tinggi. "Menjadi GM (General Manager), menjadi manager di Middle East (Timur Tengah). Di Dubai, Abu Dhabi, Doha. Bahkan sudah mulai Malaysia," kata dia.

Sesuai dengan visi pemerintahan Jokowi yang ingin mencetak SDM unggul. Namun, lapangan kerja pariwisata Indonesia perlu dimaksimalkan, dengan arah tujuan yang tepat. Ditambah, dengan dilema saat ini yang dihadapi industri dan lulusan pendidikan tinggi vokasional pariwisata Indonesia.




(sna/aff)

Hide Ads