Penajam Paser Utara bersama dengan Kutai Kartanegara sudah ditetapkan oleh Presiden Jokowi sebagai ibu kota baru menggantikan Jakarta. Nantinya kedua kota ini akan jadi pusat pemerintahan yang modern.
Meski modernitas sebentar lagi akan menghampiri, Penajam Paser Utara masih melestarikan tradisi yang sudah diwariskan selama turun temurun. Salah satunya adalah Nondoi, yang setiap tahun sebagai festival adat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tim Jelajah Ibu Kota Baru detikcom bertemu dengan Helena, Kepala Seksi Pengelolaan Informasi dan Komunikasi Publik Dinas Kominfo Penajam Paser Utara (PPU). Helena yang juga Kepala Adat Dayak menceritakan kepada kami soal tradisi Nondoi yang digelar setiap tahun ini.
"Nondoi adalah ritual adat tertua suku Paser. Setiap tahun digelar, sudah jadi acara tahunan. Tahun ini digelar bulan Oktober besok, rencananya akan digelar 12 hari 12 malam," terang Helena.
![]() |
Dilihat dari sisi sejarah, upacara Nondoi pertama kali dilaksanakan oleh Nalau Raja Tondoi, salah satu raja di Kesultanan Paser tempo dulu. Dalam acara Nondoi akan ada ritual yang disebut Belian.
"Belian itu sendiri dalam kosa kata kami, berasal dari kata Beli artinya dalam bahasa Paser itu taring. Kemudian kosa kata kedua itu Kelian. Kelian itu bahasa kami untuk sembuh, mampu bangkit. Nah kalau diterjemahkan, Beli dan Kelian jadi Belian artinya Taring yang bisa menyembuhkan," imbuh Paidah Riansyah, Ketua Laskar Pertahanan Adat Penajam Paser Utara.
Ritual Belian dipimpin oleh Mulang alias dukun adat. Dalam rangkaian prosesi Belian, sang Mulung (Dukun Belian) akan mengenakan taring, sabang sambit namanya. Selain taring, Mulung juga mengenakan gelang kuningan bernama gitang.
Gitang kuningan ini berat sekali, lebih dari 2 kg per gelangnya. Masing-masing di tangan Mulang, ada 2 gelang kuningan tadi. Gelang ini harus masuk seluruhnya ke tangan Mulang, jika tidak masuk maka ritual tersebut tidak direstui oleh leluhur.
![]() |
Baru setelahnya, Mulang akan memanjatkan doa-doa kepada leluhur. Iringan musik Petep, sejenis gamelan, mengalun bertalu-talu sepanjang ritual ini dilaksanakan. Ritual bisa berlangsung semalam suntuk, biasanya selesai pada pukul 04.00 pagi.
Nah, ritual Nondoi dan Belian ini dilaksanakan untuk berbagai tujuan. Bisa untuk ritual bersih-bersih kampung dari hal-hal yang tidak diinginkan, bisa untuk pengobatan, hingga pembangunan rumah adat. Semua tergantung kepada si empun yang punya hajat.
"Ritual ini biasa untuk bersih-bersih kampung dari hal-hal yang negatif atau kalau ada sakit yang tidak sembuh-sembuh oleh medis diadakanlah ritual itu, tergantung nazar," ungkap Helena.
![]() |
Nantinya setelah ritual selesai diadakan, ditutup dengan acara makan bareng oleh semua yang hadir di acara tersebut. Acara Nondoi ini bisa juga dilihat oleh wisatawan.
Sebagai ibu kota baru, Penajam Paser Utara pastinya mau tidak mau akan terpapar oleh modernitas dan hiruk pikuk kehidupan perkotaan. Semoga upacara Nondoi ini akan tetap lestari sebagai bagian dari kebudayaan asli setempat meski Penajam Paser Utara sudah jadi ibu kota baru Indonesia.
Halaman
1
Tampilkan Semua
(wsw/wsw)
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol