Ketiga daerah tersebut adalah kepulauan Riau mewakili regional barat, Jawa Barat mewakili regional tengah dan NTB mewakili regional timur.
Krisis kepariwisataan adalah kondisi yang memberikan pengaruh negatif terhadap kinerja ekosistem pariwisata yang disebabkan oleh faktor alam dan non alam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Mungkin Ini Spot Snorkeling Terbaik dari NTB |
Manajemen Krisis Kepariwisataan (MKK) yang dikuatkan dengan Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2019 tentang Manajemen Krisis Kepariwisataan. Pedoman terhadap upaya mitigasi dan penanganan bencana krisis kepariwisataan ini adalah yang bersumber dari faktor alam dan non alam atau krisis sosial.
"Kita sedang mempersiapkan dan menindak lanjuti hasil FGD bersama Kemenpar untuk managemen krisis kepariwisataannya," ungkap Kepala Dinas Pariwisata NTB, Lalu M Faozal, Selasa (24/9/2019).
Berdasarkan cakupan dampak dan ekspos citra negatifnya, krisis kepariwisataan dibagi menjadi tiga. Yaitu skala kabupaten atau kota, provinsi, dan skala nasional. Karena itu, diperlukan serangkaian tindakan terukur dan sistematis yang bisa dilakukan pada ekosistem pariwisata untuk mensiap siagakan, merespon dan memulihkan diri dari suatu krisis.
"Tentu tidak harus sempurna hari ini. Ada proses sedang berjalan," ujar Faozal.
Kerangka kerja manajemen krisis kepariwisataan terdiri atas Fase Kesiapsiagaan dan Mitigasi, Fase Tanggap Darurat, Fase Pemulihan, dan Fase Normalisasi. Dalam niatan itu, seluruh elemen pariwisata perlu bersinergi, berkolaborasi, dan berkomitmen untuk manajemen krisis kepariwisataan.
Selanjutnya ekosistem pariwisata yang memiliki daya tahan terhadap segala ancaman itu pun diharapkan bisa tercipta.
(sym/krs)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum