Mumi dan Aneka Tradisi Pemakaman Indonesia

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Mumi dan Aneka Tradisi Pemakaman Indonesia

Johanes Randy Prakoso - detikTravel
Jumat, 11 Okt 2019 16:50 WIB
Mumi dan Aneka Tradisi Pemakaman Indonesia
Tradisi pemakaman istimewa dan mumi Indonesia (Randy/detikcom)
Jakarta - Pekan Kebudayaan Nasional 2019 di Istora Senayan jadi ajang mengenal tradisi pemakaman Indonesia yang sakral. Malah, ada mumi juga loh.

Berlangsung dari tanggal 7-13 Oktober 2019 atau akhir pekan ini, Pekan Kebudayaan Nasional (PKN) 2019 menghadirkan sejumlah venue menarik terkait budaya Indonesia.

Salah satu yang cukup mencuri perhatian adalah venue tradisi pemakaman istimewa dan mumi asli Indonesia di sisi Utara Istora Senayan. detikcom pun sempat berkunjung dan melihatnya langsung hari Jumat ini (11/10/2019).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

BACA JUGA: Mengenal Mumi Papua yang Belum Banyak Orang Tahu

Salah satu filosofi yang terkandung dalam ritual kematian adalah arwah atau roh orang yang meninggal menuju kesempurnaan atau kesucian. Di mana pemaknaan menuju ke sana berbeda mengikuti budaya masing-masing.

Lewat venue berbentuk tenda indoor tersebut, traveler bisa mengenal lima tradisi pemakaman istimewa khas Indonesia yang begitu sakral. Berikut tradisi pemakaman yang berasal dari enam destinasi Indonesia:

1. Trunyan

(Randy/detikcom)
Menyebut nama Desa Trunyan di Bali, tentu mengingatkan traveler akan tradisi pemakaman masyarakat setempat yang meletakkan jenazah kerabat di tanah tanpa dikubur atau dingaben (dibakar).

Menariknya, masyarakat Trunyan memiliki tiga areal pemakaman yang terdiri dari Sema Wayah (makam untuk orang yang matinya normal), Sema Muda (makam untuk anak-anak atau bayi) dan Sema Bantas (makam untuk orang yang matinya tak normal).

Walau jenazahnya hanya diletakkan tanpa dikubur, nyatanya jenazah di sana tak berbau. Kehadiran pohon taru menyan di area pemakaman dipercaya masyarakat menetralkan bau tak sedap dari proses pembusukan.

2. Kambira

(Randy/detikcom)
Walau sama-sama terletak di Tana Toraja, Desa Kambira di Sulawesi Selatan punya tradisi pemakaman khusus bernama Passiliran bagi bayi yang meninggal sebelum giginya tumbuh.

Lewat tradisi tersebut, bayi yang meninggal dimakamkan di dalam sebuah pohon dengan terlebih dulu dilubangi sekitar 50x50 meter. Pohon yang dipilih pun adalah pohon taara yang menyimbolkan air susu ibu karena warnanya yang putih.

Setelah ditaruh di dalam lubang pohon taara, proses pemakaman pun ditutup dengan ijuk sebagai tanda akhir. Secara makna, ada harapan agar roh bayi yang tiada kembali ke rahim ibunya kembali dengan selamat.

3. Tana Toraja

(Randy/detikcom)
Orang Toraja percaya, kalau roh kerabat yang telah meninggal akan kembali ke puya atau dunia arwah. Untuk 'mengantar' kerabat yang telah tiada, keluarga yang masih hidup harus mengadakan upacara pemakaman Rambu Solo.

Dalam proses tersebut, jenazah kerabat yang telah tiada akan didiamkan di desa untuk beberapa waktu sebelum dilangsungkan upacara penyembelihan kerbau yang tak murah harganya.

BACA JUGA: Hii! 6 Tempat di Dunia Ini Dipenuhi Tengkorak

Setelah penyembelihan kerbau dilakukan, jenazah yang tadinya didiamkan di desa akan ditempatkan di dalam gua, kubur batu atau disemayamkan di tebing.

4. Pulau Samosir

(Randy/detikcom)
Di Pulau Samosir, Sumatera Utara, masih dapat dijumpai sarkofagus atau makam batu dari zaman prasejarah. Dahulu, makam batu tersebut menjadi makam komunal untuk jenazah dari satu marga.

Sacara umum, sarkofagus di Samosir berbentuk persegi dengan bagian atas melebar. Wujudnya seperti perahu yang melambangkan sarana bagi orang yang telah meninggal untuk menuju alam sana.

Ujungnya pun dibentuk pahatan kepala manusia yang menyeramkan, berfungsi sebagai penolak bala. Kemudian juga dapat dijumpai pahatan-pahatan yang jadiciri khas Sarkofagus Batak.

5. Minahasa

(Randy/detikcom)
Masyarakat Minahasa di Sulawesi Utara juga puya situs pemakaman batu bernama Waruga yang berupa batu besar dengan atap seperti rumah. Tradisi ini diperkirakan berkembang pada awal abad ke-9.

Waruga memiliki arti kata Waru dan Ruga yang berarti rumah dan raga. Dalam tradisi Minahasa, jenazah disemayamkan dalam posisi duduk di Waruga layaknya bayi dalam kandungan.

Satu waruga pun dihuni oleh satu keluarga, di mana dipercaya bisa mendatangkan kebaikan bagi keluarga yang ditinggalkan. Bisa dilihat di Taman Waruga, Minahasa.

Orang Minahasa dari zaman prasejarah percaya, bahwa roh atau arwah memiliki kekuatan magis terutama para tetua. Waruga pun dibangun untuk menghormati para leluhur.

6. Mumi

(Randy/detikcom)
Tak hanya Mesir yang punya mumi, Indonesia juga punya. Berlokasi di dalam venue tersebut, dapat dijumpai juga sebuah mumi koleksi Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan.

Ditemukan tahun 1950, konon mumi tersebut adalah lelaki dewasa yang berasal dari kalangan bangsawan atau tokoh terhormat.

Selain tradisi pemakaman unik dan mumi Indonesia, traveler juga bisa menjumpai spot foto bertema dunia lain di akhir venue. Untuk informasi, venue ini buka dari pagi pukul 09.00 hingga 20.00 WIB.

Halaman 2 dari 7
Menyebut nama Desa Trunyan di Bali, tentu mengingatkan traveler akan tradisi pemakaman masyarakat setempat yang meletakkan jenazah kerabat di tanah tanpa dikubur atau dingaben (dibakar).

Menariknya, masyarakat Trunyan memiliki tiga areal pemakaman yang terdiri dari Sema Wayah (makam untuk orang yang matinya normal), Sema Muda (makam untuk anak-anak atau bayi) dan Sema Bantas (makam untuk orang yang matinya tak normal).

Walau jenazahnya hanya diletakkan tanpa dikubur, nyatanya jenazah di sana tak berbau. Kehadiran pohon taru menyan di area pemakaman dipercaya masyarakat menetralkan bau tak sedap dari proses pembusukan.

Walau sama-sama terletak di Tana Toraja, Desa Kambira di Sulawesi Selatan punya tradisi pemakaman khusus bernama Passiliran bagi bayi yang meninggal sebelum giginya tumbuh.

Lewat tradisi tersebut, bayi yang meninggal dimakamkan di dalam sebuah pohon dengan terlebih dulu dilubangi sekitar 50x50 meter. Pohon yang dipilih pun adalah pohon taara yang menyimbolkan air susu ibu karena warnanya yang putih.

Setelah ditaruh di dalam lubang pohon taara, proses pemakaman pun ditutup dengan ijuk sebagai tanda akhir. Secara makna, ada harapan agar roh bayi yang tiada kembali ke rahim ibunya kembali dengan selamat.

Orang Toraja percaya, kalau roh kerabat yang telah meninggal akan kembali ke puya atau dunia arwah. Untuk 'mengantar' kerabat yang telah tiada, keluarga yang masih hidup harus mengadakan upacara pemakaman Rambu Solo.

Dalam proses tersebut, jenazah kerabat yang telah tiada akan didiamkan di desa untuk beberapa waktu sebelum dilangsungkan upacara penyembelihan kerbau yang tak murah harganya.

BACA JUGA: Hii! 6 Tempat di Dunia Ini Dipenuhi Tengkorak

Setelah penyembelihan kerbau dilakukan, jenazah yang tadinya didiamkan di desa akan ditempatkan di dalam gua, kubur batu atau disemayamkan di tebing.

Di Pulau Samosir, Sumatera Utara, masih dapat dijumpai sarkofagus atau makam batu dari zaman prasejarah. Dahulu, makam batu tersebut menjadi makam komunal untuk jenazah dari satu marga.

Sacara umum, sarkofagus di Samosir berbentuk persegi dengan bagian atas melebar. Wujudnya seperti perahu yang melambangkan sarana bagi orang yang telah meninggal untuk menuju alam sana.

Ujungnya pun dibentuk pahatan kepala manusia yang menyeramkan, berfungsi sebagai penolak bala. Kemudian juga dapat dijumpai pahatan-pahatan yang jadiciri khas Sarkofagus Batak.

Masyarakat Minahasa di Sulawesi Utara juga puya situs pemakaman batu bernama Waruga yang berupa batu besar dengan atap seperti rumah. Tradisi ini diperkirakan berkembang pada awal abad ke-9.

Waruga memiliki arti kata Waru dan Ruga yang berarti rumah dan raga. Dalam tradisi Minahasa, jenazah disemayamkan dalam posisi duduk di Waruga layaknya bayi dalam kandungan.

Satu waruga pun dihuni oleh satu keluarga, di mana dipercaya bisa mendatangkan kebaikan bagi keluarga yang ditinggalkan. Bisa dilihat di Taman Waruga, Minahasa.

Orang Minahasa dari zaman prasejarah percaya, bahwa roh atau arwah memiliki kekuatan magis terutama para tetua. Waruga pun dibangun untuk menghormati para leluhur.

Tak hanya Mesir yang punya mumi, Indonesia juga punya. Berlokasi di dalam venue tersebut, dapat dijumpai juga sebuah mumi koleksi Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan.

Ditemukan tahun 1950, konon mumi tersebut adalah lelaki dewasa yang berasal dari kalangan bangsawan atau tokoh terhormat.

Selain tradisi pemakaman unik dan mumi Indonesia, traveler juga bisa menjumpai spot foto bertema dunia lain di akhir venue. Untuk informasi, venue ini buka dari pagi pukul 09.00 hingga 20.00 WIB.

(rdy/aff)

Hide Ads