Topik tersebut menjadi perhatian dari Irfan Wahid selaku Anggota Dewan Penasehat KADIN Indonesia, yang membidangi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Dalam paparannya, ia menyebut bahwa angka kunjungan wisman Indonesia hingga September 2019 yang mencapai 12,27 juta orang sudah kalah dengan negara-negara tetangga. Thailand menorehkan kunjungan wisman sebanyak 29,46 juta orang, Malaysia 20,10 juta orang, Singapura 14,4 juta orang, bahkan Vietnam mencatat angka kunjungan yang lebih baik: 12,87 juta orang pada periode yang sama.
"Berdasarkan data yang ada, kunjungan wisman ke Indonesia (hingga September 2019) belum mengalami peningkatan yang signifikan. Ini karena beberapa faktor internal dan eksternal sejak tahun lalu. Belum sepenuhnya pulih," ujar Irfan Wahid.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal, kata pria yang akrab disapa Ipang Wahid itu, Indonesia punya potensi pariwisata luar biasa. Jika Thailand punya Phuket, Indonesia punya Bali dan Gili Trawangan. Pesona Candi Borobudur pun sama okenya dengan Angkor Wat-nya Kamboja. Bila Malaysia punya Kuala Lumpur, di Indonesia ada Jakarta sebagai salah satu kota metropolitan di Asia.
Sehubungan dengan itu dunia pariwisata Indonesia akan mulai menapaki jalan untuk berfokus pada peningkatan quality tourism, sebagaimana telah dipaparkan oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Wishnutama. Hal ini mengindikasikan Kemenparekraf akan berkonsentrasi pada peningkatan spending wisman ketika bepergian ke Indonesia, ketimbang kuantitas wisatawan.
"Quality tourism akan sangat bergantung pada apa yang kita tawarkan (supply side). Kita sebaiknya meningkatkan competitiveness pariwisata kita dibanding dengan negara-negara di Asia Tenggara. ASPA (Average Spending per Arrival) kita dalam 5 tahun terakhir pertumbuhannnya 3,1%," tambah Ipang Wahid.
Dikatakannya, target devisa pariwisata Indonesia adalah USD 32 miliar dan 24 juta wisman pada 2024 dengan ASPA sebesar USD 1.333. Artinya pertumbuhan ASPA periode 2018-2024 adalah 9%. Target penerimaan devisa melalui ASPA yang meningkat juga akan menemui hambatan yang cukup terjal di tahun yang akan datang mengingat potensi resesi global yang akan turut menurunkan tren kunjungan wisman global.
Ia juga menyatakan bahwa penyediaan infrastruktur dasar dan pendukung pariwisata menjadi sebuah keharusan bagi pemerintah untuk dapat menarik wisman. Indikator tourist service infrastructure Indonesia pada tahun 2018 dalam Travel and Tourism Index mendapat nilai yang paling rendah (dibandingkan indikator lain). Hal inilah yang coba ditanggulangi oleh pemerintah dengan menargetkan pembangunan infrastruktur dasar di 5 destinasi super prioritas rampung pada 2020.
"Salah satu variabel penting dalam quality tourism adalah penyediaan infrastruktur pariwisata yang memadai. Tentu wisman akan mau spending lebih besar pada hal-hal yang berkualitas termasuk infrastruktur pariwisata," ujar Ipang Wahid.
Gejolak ekonomi global tahun 2020, yang diprediksi sejumlah ekonom akan terjadi, juga patut mendapat perhatian terlebih bagaimana dampaknya terhadap pariwisata. Resesi global tentu akan memengaruhi tingkat daya beli, yang pada akhirnya akan ikut memengaruhi decision making para wisman untuk berlibur.
Disebutnya, salah satu upaya yang bisa dimanfaatkan adalah kerjasama pemerintah dan swasta (PPP/Public-Private Partnership) dalam mengembangkan destinasi pariwisata. Bentuk kerjasama ini akan mempercepat pembangunan infrastruktur dasar dan pendukung pariwisata. Salah satu contoh pengembangan destinasi yang bisa dilakukan adalah dengan pembangunan theme park. Daya serap kunjungan yang relatif lebih tinggi dan variasi hiburan yang lebih banyak akan menimbulkan daya tarik tersendiri bagi para wisman.
"Kerjasama antara pemerintah dan swasta dalam mengembangkan destinasi pariwisata akan menguntungkan bagi kedua pihak. Sudah saatnya bentuk bisnis seperti ini mulai diberikan perhatian untuk mendorong pariwisata kita ke depan," jelas Ipang Wahid.
Selain menguntungkan bagi pihak swasta dan pemerintah, bentuk kerjasama PPP ini juga sebaiknya ikut memberdayakan masyarakat sekitar. Penciptaan dan kebutuhan lapangan kerja yang lebih besar adalah "imbas" dari semakin banyaknya destinasi pariwisata yang dikembangkan. Hal ini tentu berdampak positif bagi perekonomian secara makro.
"Kita membutuhkan strategi pariwisata yang efisien dan efektif ke depannya sehingga semua pihak dapat mengambil peran dan menyambut tahun 2020 dengan optimistis," tutup Ipang Wahid.
Tahun 2020 sendiri akan menjadi awal dari upaya peningkatan quality tourism dan pembangunan infrastruktur dasar di 5 destinasi super prioritas yang dicanangkan oleh Presiden Jokowi. Patut ditunggu gebrakan besar dari Kemenparekraf dalam membawa pariwisata Indonesia ke arah yang lebih baik lagi.
(krs/bnl)
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol