Kain tenun endek merupakan salah satu oleh-oleh khas dari Bali. Tapi, penenun kesulitan mencari penerus.
Tangan perempuan paruh baya itu lincah memainkan alat-alat tradisional saat menyelesaikan selembar kain tenun ikat khas Bali yang disebut endek. Mungkin karena sudah terbiasa dan terlatih, matanya tak kesulitan untuk melihat benang yang amat kecil bagi orang seumuran penenun itu.
Motif berbeda-beda dari jalinan aneka warna benang itu bukan soal sulit buat penenun tadi. Tak cuma seorang penenun sepuh yang gampang saja melakukannya, namun mereka yang ada dalam grup itu. Ya, kelompok penenun itu rata-rata lanjut usia.
"Sekarang ini sangat sulit mencari perajin berusia muda dan banyak yang gengsi bekerja sebagai penenun", kata pemilik usaha tenun Endek, Etmy Kustiyah Sukarsa, di Denpasar seperti dikutip Antara.
Menurut dia kendala pembuatan kain endek di zaman sekarang ada di bagian tenaga kerjanya. Sebab saat ini banyak perajin yang berhenti karena sudah tua, namun tidak ada regenerasi. Produksi kain endek tradisional pun susah ditingkatkan.
Pada tahun 1984 kerajinan kain endek sempat berjaya. Perusahaan kain tenun pada masa itu mampu menyerap ratusan tenaga kerja dari berbagai umur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tapi, seiring dengan kemajuan zaman dan teknologi, kerajinan tenun khas Bali itu pun berangsur-angsur melorot sekitar tahun 2002. Ya, banyaknya kain tenun cetak atau modern yang dibuat menggunakan mesin.
Jika dibandingkan harganya, kain tenun endek tradisional jauh lebih mahal daripada kain cetak. Selembar kain endek tradisional bisa memakan waktu hingga sebulan dalam tahap pembuatannya dengan harga jual dari Rp 650 ribu hingga Rp 1,5 juta per lembar (2,5 meter) tergantung jenis kain dan kerumitan motifnya.
Saat ini, usaha pertenunan kain endek di Denpasar mulai dibangkitkan kembali seiring dengan target pemerintah dalam memajukan sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Sebanyak 14 usaha pertenunan tradisional Bali sudah terdaftar di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Denpasar.
Pemerintah Kota Denpasar juga menggelar berbagai kegiatan untuk mempromosikan kain tradisional Bali itu dalam upaya pelestarian budaya. Kegiatan tersebut salah satunya adalah peragaan busana dengan melibatkan para remaja atau kaum milenial untuk mempromosikan kain Endek tradisional. Selain itu, Pemkot Denpasar juga mewajibkan Aparatur Sipil Negara (ASN) mengenakan seragam berbahan kain endek dalam hari tertentu dan sebagai pakaian resmi pada acara-acara formal.
Sekitar pertengahan bulan Oktober 2019, Ibu Negara, Iriana Joko Widodo dalam agenda kunjungan kerjanya di Bali juga sempat mengunjungi Perajin Tenun Ikat Sekar Jepun di Kota Denpasar. Kunjungan Ibu Negara tersebut untuk mengamati proses pembuatan kain endek hasil karya perajin Bali yang mulai dipopulerkan kembali oleh Pemkot Denpasar.
(fem/fem)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum