Seperti diketahui, penetapan pembukaan kawasan wisata atau reaktivasi TN/TWA/SM tertuang dalam Keputusan Menteri LHK No. SK.261/MENLHK/KSDAE/KSA.0/6/2020 tanggal 23 Juni 2020 tentang Kebijakan Reaktivasi Secara Bertahap Di Kawasan Taman Nasional (TN), Taman Wisata Alam (TWA), dan Suaka Margasatwa (SM) dalam kondisi Transisi Akhir COVID-19 (New Normal).
Merujuk pada SK tersebut, traveler akan segera bisa kembali mendaki gunung dan berwisata ke alam. Hanya sebelum melakukan kegiatan kembali ke alam, ada banyak hal dan persiapan yang perlu diperhatikan oleh traveler di tengah masa transisi.
Teknis soal itu pun dibahas dalam Webinar FMI 2020 bertajuk 'Mendaki Gunung Aman dan Sehat pada Masa Pandemi' yang diikuti detikcom, Kamis (25/6/2020) lalu. Dipandu oleh Harley Bayu Sastha dari Federasi Mountaineering Indonesia (FMI), acara juga diikuti oleh dr Sophia Hage yang merupakan spesialis kedokteran olahraga Royal Sports Performance Centre.
Sebelumnya, pihak FMI juga telah merilis protokol mendaki gunung di tengah COVID-19. Hanya agar lebih lengkap, sejumlah masukan turut diberi oleh Dokter Sophia yang merupakan ahli di bidangnya.
"Apa yang kita lakukan sehari-hari bisa berkontribusi pada status taman nasional dan tempat wisata. Wisata outdoor masuk risiko infeksi sedang," ujar Dokter Sophia di awal paparannya.
Hanya walau kegiatan outdoor seperti mendaki gunung dan berwisata ke alam masuk kegiatan dengan risiko infeksi sedang, kegiatan naik gunung di tengah pandemi juga dibarengi dengan kesadaran akan kondisi fisik pribadi dan aturan kesehatan.
Apabila selama 3 bulan karantina traveler tak banyak melakukan kegiatan fisik, besar kemungkinan kalau kondisi traveler sudah menurun. Menurut Dokter Sophia, mengenali kondisi fisik sendiri sangat menentukan kesiapan untuk mendaki di saat New Normal.
"Kalau tidak aktif (olahraga), resiko terkena corona sedang. Itu kenapa Menkes bilang harus olahraga teratur 3 kali seminggu, maka risiko kena infeksi Covid jadi rendah. Bisa dalam hal ini kita menganalogikan harus melakukan latihan atau olahraga untuk menurunkan resiko corona betul, tapi kita dalam kondisi corona masih meningkat dan belum penurunan. Mohon bantuannya untuk mengenali diri sendiri. Tak kenal diri sendiri maka tak aman," pungkas Dokter Sophia.
Dokter Sophia pun menyarankan, bagi setiap calon pendaki untuk memeriksakan kesehatannya lebih dulu ke dokter sebelum mulai mendaki. Dengan mengenali diri sendiri, akan sangat penting bagi pribadi dan tentunya orang lain di sekitar.
"Kalau teman-teman terkena COVID tak langung parah, tapi teman yang punya penyakit punya resiko lebih. Begitu terkena COVID resiko penurunan kondisi umumnya jadi buruk, sangat tinggi," wanti dr Sophia.
Hal serupa juga diamini oleh dr Franky Rumondor dari FMI sekaligus Ketua Satgas COVID-19 IDI Kab Bandung. Jangan sampai keinginan menggebu untuk mendaki gunung malah berujung menaikkan status COVID di taman nasional dan tempat wisata alam.
"Jangan sampai kita membuat tempat wisata yang tadinya zona kuning jadi merah," ujar dr Franky Rumondor.
Terkait protokol, traveler yang ingin naik gunung pun bisa merujuk pada protokol kesehatan FMI. Mulai dari jaga jarak antar teman pendaki, kewajiban memakai masker saat mendaki gunung dan banyak lainnya, dijelaskan dengan detil.
Akhir kata, kegiatan pendakian di tengah pandemi ini harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya demi kebaikan diri sendiri dan orang lain. Jangan hanya mengejar ego untuk mendaki gunung, apabila tak dibarengi dengan kesadaran dan kesiapan yang matang. "Protokol kesehatan yang harus kita jalankan dan menjaga lingkungan dari sampah-sampah, ini yang belum terselesaikan sebelum COVID," tutup Dokter Franky.
Baca juga: Mendaki Gunung Lawu yang Indah tapi Mistis |
(rdy/ddn)
Komentar Terbanyak
Bandung Juara Kota Macet di Indonesia, MTI: Angkot Buruk, Perumahan Amburadul
Bandara Kertajati Siap Jadi Aerospace Park, Ekosistem Industri Penerbangan
Foto: Aksi Wulan Guritno Main Jetski di Danau Toba