Benua Antartika memang jarang terjamah manusia namun bukan berarti benua ini lepas dari ancaman kerusakan lingkungan. Temuan terbaru memperlihatkan bagaimana aktivitas manusia berdampak pada ekosistem benua itu.
Dilansir dari ABC News, Kamis (16/7/2020) studi terbaru yang dipublikasikan Nature, ilmuwan menemukan bahwa manusia telah mengakses lebih dari 2/3 wilayah benua. Ini menyebabkan proporsi wilayah yang tidak 'terganggu' manusia luasnya menyusut.
Di Antartika sendiri hanya sejumlah kecil kawasan yang dilindungi secara khusus telah diberi sanksi berdasarkan Perjanjian Antartika. Perjanjian ini merupakan perjanjian internasional untuk menjaga nilai ilmiah, lingkungan, budaya, dan situs-situs tertentu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut penulis studi tersebut, Steven Chown dari Monash University, sangat sedikit wilayah yang tidak menderita akibat ulah manusia.
"Antartika masih memiliki sedikit hutan belantara tetapi tidak terlindungi dengan baik," katanya.
Ia bersama rekan-rekannya menyuarakan agar wilayah Antartika yang dilindungi itu diperluas. Ini perlu dilakukan agar keanekaragaman hayati yang unik tetap lestari.
Berdasarkan penelitian sejumlah ilmuwan, ditemukan lebih dari 2,7 juta aktivitas manusia di Antartika selama lebih dari 200 tahun. Kendati sebagian besar wilayah benua secara teknis masih 'perawan', namun nyatanya es yang menyelimuti Antartika perlahan mencair dan tidak dapat mendukung keanekaragaman hayati.
Aktivitas manusia di Antartika sendiri didominasi penelitian dan wisata. Kegiatan tersebut dilakukan pada wilayah yang tidak tertutup es.
"Dimanapun ada daerah yang tidak tertutup es, kamu akan mendapatkan keanekaragaman hayati," kata Profesor Robinson dari University of Wollongong.
Robinson mencontohkan tumbuhan lumut yang merupakan penjaga perubahan iklim dapat tumbuh di puncak gunung yang berjarak 3-4 kilometer dari zona es.
"Puncak gunung itu berfungsi seperti pulau. Jadi kamu melihat spesies yang tidak ada di tempat lain di bumi," kata Robinson.
Sampai saat ini ada 72 kawasan yang dilindungi.
"Masalahnya adalah sebagian besar kawasan lindung berada dekat stasiun penelitian. Mereka didirikan agar kegiatan sains dapat terjadi dan peneliti dapat membangun hal-hal yang sedang dipelajari," ujarnya.
Jika orang-orang mengunjungi sebuah daerah meskipun hanya sekali, mereka berisiko membawa patogen yang berpotensi mengubah ekologi wilayah secara permanen.
Agar kelestarian Antartika tetap terjaga, para ilmuwan menyarankan agar kunjungan manusia ke benua itu dibatasi. Penelitian tetap dapat dilakukan di sana tapi dilakukan secara jarak jauh dengan menggunakan teknologi satelit atau drone.
(pin/pin)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum