Bhutan merupakan negara paling bahagia dan terbersih dunia. Pegunungannya yang indah kini membawa petaka.
Seperti yang kita tahu, Bhutan begitu berhati-hati menjaga alamnya. Puncak tertinggi di Pegunungan utara Bhutan tidak pernah tersentuh manusia.
Beginilah cara penduduk Bhutan menghormati dewa. Mereka percaya bahwa gunung, danau, gletser adalah dewa yang harus dihormati dan ditakuti.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski sudah berusaha menjaga dengan baik, namun Bhutan tetap harus kena batunya. Emisi global buatan manusia dari berbagai belahan dunia sampai juga ke Bhutan.
Perubahan iklim tampak nyata di dataran tinggi Bhutan. Naiknya suhu bumi membuat gletser di Bhutan mulai mencair dengan cepat.
Gletser mencair hingga 35 meter dan mengisi danau. Fenomena ini dikenal sebagai banjir letupan danau glasial atau GLOF.
"Dengan pemanasan global, gletser mencair dan sumber daya air kita bergerak lebih cepat ke hilir. Kami menyebutnya tsunami di langit, yang dapat datang kapan saja," kata Direktur Nasional Pusat Nasional Hidrologi & Meteorologi (NCHM) Karma Drupchu.
"Segala bentuk pelanggaran akan menghasilkan banjir besar yang datang ke sungai. Ini akan memiliki konsekuensi besar karena lebih dari 70 persen permukiman Bhutan berada di sepanjang lembah sungai tidak hanya hilangnya nyawa, tetapi juga kerugian ekonomi yang sangat besar," tambahnya.
Menurut data NCHM ada 2.674 danau glasial di Bhutan, 17 di antaranya masuk dalam kategori bahaya. Ada sekitar 700 gletser yang mulai mencair dan ini sangat berbahaya bagi populasi dan infrastruktur Bhutan.
Padahal, Bhutan adalah satu-satunya negara negatif karbon di dunia. Bhutan terus mengkampanyekan gerakan pencegahan perubahan iklim global. Lingkungan dan alam menjadi penopang perekonomian Bhutan selama ini.
'Tsunami langit' ini bukan cuma beban fisik bagi Bhutan, tapi juga ancaman spiritual. Perdana Menteri Lotay Tshering, khawatir akan hal ini.
"Secara spiritual, kami percaya bahwa ada kehidupan di dalamnya, kami menghargai itu dan secara lingkungan itu adalah fakta bahwa kami kehilangan gletser karena pemanasan global. Kami berada di bawah ancaman konstan dan itu adalah bagian yang paling tidak adil," ujarnya.
Tshering juga menambahkan bahwa gletser yang hilang, akan hilang selamanya. Prinsipnya bukan hanya manusia, tetapi ada kehidupan lain yang bergantung di sana. "Bukan hanya negara dan ekonomi tetapi seluruh siklus hidup akan hancur. Tetapi segera dalam generasi mendatang mungkin tidak ada danau untuk meledak. Itu akan menjadi bencana nyata," pungkasnya.
(bnl/ddn)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum