Untuk menghindari kehancuran bangunan bersejarah dan terkenal, Google Arts & Culture meluncurkan koleksi online baru bernama Heritage on the Edge.
Hal ini didasari pada perubahan iklim tidak hanya berpengaruh pada kelangsungan hidup manusia saja. Namun juga berdampak pada lingkungan, benda-benda dan bangunan, sebut saja bangunan sejarah yang terdaftar dalam keajaiban dunia.
Bangunan-bangunan masa lampau ini terancam keberadaannya karena adanya peningkatan curah hujan, naiknya permukaan laut, pengasaman laut dan banyak lagi. Hal ini menyebabkan bangunan yang telah berdiri berabad-abad berangsur keropos dan berujung pada keruntuhan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Program yang digagas Google ini bermitra dengan CyArk, sebuah organisasi nirlaba yang bekerja untuk membuat arsip digital 3D dari keajaiban yang terancam punah di dunia. Serta juga bekerja sama dengan Dewan Internasional tentang Monumen dan Situs (ICOMOS), sebuah organisasi non-pemerintah global yang berdedikasi untuk melestarikan situs-situs yang penting secara arsitektural dan arkeologi.
![]() |
Dengan bantuan ahli, CyArk melakukan ragam ekspedisi pengumpulan data untuk mendokumentasikan setiap situs. Mulai menggunakan fotogrametri, pemindaian 3D, pengambilan video drone, dan wawancara untuk menilai lokasi dan menawarkan dukungan konservasi.
Sejauh ini, tim telah menyelesaikan kerja lapangan di lima landmark yaitu Rapa Nui, Edinburgh, Chan Chan, Kilwa Kisiwani di Pesisir Swahili Tanzania, dan Mosque City of Bagerhat di Bangladesh. Tim ini juga telah membuat lebih dari 50 pameran online, enam 360 derajat street view tours, 25 model 3D, dan dua model realiti Pocket Gallery, salah satu Nine Dome Mosque di Bangladesh dan yang lainnya dari Benteng Gereza di Tanzania.
![]() |
Nantinya data yang dikumpulkan Google ini bisa diakses oleh ahli pemulih, peneliti, pendidik, dan ahli pengawet, dan perusahaan teknologi untuk memberikan pelatihan lokal bagi pengelola warisan. Tentu saja hal ini diharapkan dapat membantu pekerjaan mereka. "Heritage on the Edge mengumpulkan cerita tentang kehilangan, tetapi juga tentang harapan dan ketahanan. Mereka mengingatkan kami bahwa semua warisan budaya termasuk Situs Warisan Dunia yang ikonik ini, lebih dari sekadar tujuan wisata. Mereka adalah tempat yang sangat penting secara nasional, spiritual, dan budaya," ungkap Presiden ICOMOS, Toshiyuki Kono seperti yang ditulis Lonely Planet.
(sym/ddn)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum