Taiwan jadi negara pertama yang melakukan lockdown saat COVID-19 menyebar. Kini, mereka juga berpotensi untuk menjadi pelopor membuka gerbang wisata untuk turis asing.
Diberitakan CNN, warga Kota Taipei kini lebih takut sinar matahari daripada menjaga jarak, salah satu protokol kesehatan saat COVID-19. Orang-orang di sana mulai antre, berdesakan menunggu makanan dari restoran yang populer, juga memenuhi taman untuk berolahraga.
Faktanya, tak ada tanda-tanda pandemi COVID-19 mengamuk di Taipei. Sejauh ini, hanya ada satu kasus yang diduga terinfeksi sejak pertengahan April lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di Taiwan secara keseluruhan, sebuah pulau dengan populasi sekitar 23 juta orang itu, hanya sekitar 500 kasus yang dikonfirmasi. Virus ini hanya menyebabkan tujuh kematian sejak awal pandemi meski lokasinya hanya 130 kilometer dari China, tempat virus pertama kali terdeteksi.
Rahasia sukses Taiwan atasi COVID-19
Salah satu alasan utama keberhasilan Taiwan dalam menanggulangi virus adalah kecepatan. Pemimpin Taiwan dengan cepat bertindak ketika desas-desus virus tak dikenal menyebar secara online.
Taiwan meng-copy paste cara Wuhan, China, sebagai titik start wabah COVID-19, dalam merespons virus itu. Bahkan, ketika Wuhan belum dapat mengonfirmasi jumlah dan sebab munculnya pasien dengan gejala sesak napas dan batuk itu.
Selain itu, Menteri Luar Negeri Taiwan, Joseph Wu, mengataka bahwa wabah mematikan dari Sindrom Pernafasan Akut Parah (SARS) pada tahun 2003 menjadi pelajaran berharga.
![]() |
"Pada saat itu, Taiwan terpukul sangat keras dan kemudian kami mulai membangun sistem dalam menghadapi pandemi seperti ini," kata Wu.
"Jadi, ketika kami mendengar bahwa ada beberapa kasus pneumonia rahasia di China di mana pasien dirawat secara terpisah, kami tahu itu serupa," imbuh dia.
Bahkan sebelum Beijing secara terbuka mengakui keganasan virus tersebut, Wu mengatakan pada pejabat kesehatan Taiwan untuk mulai menyaring penumpang yang datang dari Wuhan. Ada pula peraturan tambahan mengenai pembatasan perjalanan awal.
Saat sebagian besar dunia menunggu informasi lebih lanjut, Taiwan mengaktifkan Pusat Komando Epidemi Pusat (CECC). Lembaga ini mengoordinasikan berbagai kementerian dalam keadaan darurat, dan militer untuk meningkatkan produksi masker dan APD.
Respons awal dan pertama terhadap wabah di China, dan kesediaan untuk mengambil tindakan, sangat penting dalam mencegah penyebaran virus Corona di Taiwan. Aksi ini berpotensi menyelamatkan ribuan nyawa.
Penerbangan langsung dari Wuhan, China dipantau mulai 31 Desember 2019. Semua penumpang menjalani pemeriksaan kesehatan.
Pusat Pengendalian Penyakit Taiwan mengumumkan pada 20 Januari bahwa mereka telah mengirim dua ahli ke Wuhan. Tugasnya untuk mencoba dan memperoleh informasi yang lebih komprehensif tentang wabah tersebut.
Sehari kemudian, Taiwan mengonfirmasi kasus pertama yang dilaporkan dari virus Corona baru. Penduduk Wuhan dilarang masuk dan semua penumpang dari China, Hong Kong, dan Makau mulai diperiksa.
Semua ini terjadi sebelum Wuhan sendiri diisolasi pada 23 Januari. Dan pada Maret, Taiwan melarang semua negara asing memasuki pulau itu, selain diplomat dan mereka yang memiliki visa masuk khusus.
dr. Jason Wang, Direktur Pusat Kebijakan, Hasil dan Pencegahan di Universitas Stanford, mengatakan kawasan seperti Taiwan cenderung bertindak di sisi konservatif. Jadi, ketika penyebarannya tidak jelas, mereka akan mengatakan akan tetap memakai masker dan mereka melakukannya dengan benar.
![]() |
Kunci sukses lainnya, menurut Menteri Luar Negeri, Wu, dan para ahli dari luar yakni jujurlah tentang bahayanya.
Wu mengatakan mereka memberikan pengarahan harian, terkadang dua kali sehari, untuk memberi pengarahan kepada penduduk tentang apa yang terjadi. Dengan sangat transparan dan itu meningkatkan kepercayaan kepada pemerintah untuk menangani masalah ini.
Kepercayaan ini, menurut Wu, membantu memastikan masyarakat memakai masker, tangan dicuci dengan benar, dan karantina pun dihormati.
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol
Tragedi Juliana di Rinjani, Pakar Brasil Soroti Lambatnya Proses Penyelamatan