Tak Lagi Seram! Omah Lawa di Solo Kini Jadi Galeri Batik

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Tak Lagi Seram! Omah Lawa di Solo Kini Jadi Galeri Batik

Bayu Ardi Isnanto - detikTravel
Selasa, 29 Sep 2020 11:33 WIB
Sebuah bangunan di Jalan Perintis Kemerdekaan nomor 1, Laweyan, Solo, kini tampak berubah total. Bangunan yang sebelumnya menyeramkan itu kini menjadi cantik dan difungsikan sebagai galeri batik.
Foto: (Bayu Ardi Isnanto/detikcom)
Jakarta -

Sebuah bangunan di Jalan Perintis Kemerdekaan nomor 1, Laweyan, Solo, tampak berubah total. Bangunan yang sebelumnya menyeramkan kini difungsikan sebagai galeri batik.

Orang Solo biasa menyebut bangunan bergaya Eropa ini dengan nama Omah Lawa atau rumah kelelawar. Puluhan tahun bangunan tersebut mangkrak dan dihuni ratusan bahkan mungkin ribuan kelelawar.

Sejak 2016, kepemilikan Omah Lawa beralih ke tangan almarhum Handianto Tjokrosaputro, pemilik perusahaan Batik Keris. Sejak saat itu, pihaknya berencana merestorasi bangunan hingga kini diberi nama Rumah Heritage Batik Keris.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebuah bangunan di Jalan Perintis Kemerdekaan nomor 1, Laweyan, Solo, kini tampak berubah total. Bangunan yang sebelumnya menyeramkan itu kini menjadi cantik dan difungsikan sebagai galeri batik.Sebuah bangunan di Jalan Perintis Kemerdekaan nomor 1, Laweyan, Solo, kini tampak berubah total. Bangunan yang sebelumnya menyeramkan itu kini menjadi cantik dan difungsikan sebagai galeri batik. Foto: (Bayu Ardi Isnanto/detikcom)

ADVERTISEMENT

Lina Tjokrosaputro, istri Handianto, menceritakan sulitnya membersihkan bangunan dari kelelawar. Dia harus menunggu momen kelelawar bermigrasi.

"Setiap tahun itu ada momen kelelawar mengungsi dua bulan, Juni dan Juli. Saya beli ini Mei 2016, tapi masih harus mengurus IMB dan lain-lain, jadi terlewat, harus menunggu tahun depannya," kata Lina saat dijumpai di Rumah Heritage Batik Keris, Senin (28/9/2020).

Juni 2017, Lina benar-benar mendapati momen kelelawar bermigrasi. Bangunan tersebut betul-betul kosong dan bersih dari kelelawar.

"Anak-anak kelelawar pun ikut pergi semua. Lalu gentingnya kita buka semua karena memang sudah rusak. Kemudian kita tutup jaring agar kelelawar nggak masuk lagi. Pekerja juga bisa tetap bekerja di dalam," kata dia.

Sebuah bangunan di Jalan Perintis Kemerdekaan nomor 1, Laweyan, Solo, kini tampak berubah total. Bangunan yang sebelumnya menyeramkan itu kini menjadi cantik dan difungsikan sebagai galeri batik.Sebuah bangunan di Jalan Perintis Kemerdekaan nomor 1, Laweyan, Solo, kini tampak berubah total. Bangunan yang sebelumnya menyeramkan itu kini menjadi cantik dan difungsikan sebagai galeri batik. Foto: (Bayu Ardi Isnanto/detikcom)

Lina juga menceritakan kondisi bangunan saat itu banyak tertutup debu dan kotoran kelelawar. Pekerja harus memoles lantai sampai enam kali agar motif lantai aslinya muncul.

"Awalnya, arsiteknya sudah memoles tiga kali tapi tidak muncul. Saya sendiri terus mencoba di salah satu ruang. Sampai enam kali baru motif ini muncul dan cantik sekali. Saya menjadi sangat bersemangat," ujarnya.

Tak ada perubahan bentuk bangunan, hanya saja bangunan dicat ulang sehingga menjadi terlihat segar. Beberapa sudut juga dihias dengan ornamen keramik.

Bangunan di dekat pintu masuk difungsikan sebagai kafe. Kemudian bangunan lainnya digunakan sebagai galeri batik, kerajinan tangan, dan ruang manajemen.

Sebuah bangunan di Jalan Perintis Kemerdekaan nomor 1, Laweyan, Solo, kini tampak berubah total. Bangunan yang sebelumnya menyeramkan itu kini menjadi cantik dan difungsikan sebagai galeri batik.Sebuah bangunan di Jalan Perintis Kemerdekaan nomor 1, Laweyan, Solo, kini tampak berubah total. Bangunan yang sebelumnya menyeramkan itu kini menjadi cantik dan difungsikan sebagai galeri batik. Foto: (Bayu Ardi Isnanto/detikcom)

Pendiri Yayasan Warna-warni, Nina Akbar Tanjung yang dijumpai dalam kesempatan yang sama mengatakan dirinya pernah melakukan riset terkait Omah Lawa. Wanita kelahiran Solo, 5 April 1960 ini pun memiliki pengalaman dengan bangunan tersebut.

"Dulu waktu kecil saya pernah masuk ke sini. Dulu dipakai untuk veteran, banyak tentara di sini. Tahun 1999 saya membuat buku The House of Solo, salah satu yang saya riset rumah ini," kata wanita bernama asli Krisnina Maharani itu.

Dahulunya, rumah tersebut adalah milik Sie Dhian Ho, seorang pengusaha keturunan China. Dia adalah leluhur almarhum Handianto Tjokrosaputro.

"Dhian Ho ini dikenal sebagai pengusaha sukses, memiliki bisnis percetakan yang besar. Dan sekarang rumah ini dikelola oleh keturunan Dhian Ho. Saya sangat mendukung upaya menjadikan bangunan dimanfaatkan sebagai galeri batik," ujarnya.Rumah itu kemudian mangkrak dan kepemilikannya sempat berpindah-pindah. Seperti berjodoh, kepemilikan akhirnya kembali kepada keturunan Dhian Ho.




(elk/elk)

Hide Ads