Anta menambahkan bahwa sebenarnya Permen KP harus dievaluasi, khususnya pasal 5 terkait dengan eksportir. Setiap eksportir harus terdaftar. Menurutnya kebanyakan eksportir bergantung dari kuasa relasi yang dimiliki.
"Permen KP tak perlu dicabut, tapi direvisi saja. Harusnya akademisi dilibatkan untuk mengurangi potensi kuasa eksportir," sambungnya.
Melihat kejadian kasus suap yang dilakukan Menteri Edhy Prabowo, para peneliti minta pemerintah untuk mencari permasalahan dari benur ini, bukan memecahkannya dengan ekspor.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Permen tahun 12 tahun 2020 untuk mencegah terjadinya penyelundupan. Dulu benur diselundupkan ke Vietnam, tapi transit dulu di Singapura. Ibu Susi ngamuk-ngamuk, kok itu sampai ke Singapura, kan enggak bersurat. Ada oknum ASN yang bermain dalam penyelundupan ekspor benih, lewat jalur Sumatera. Kemarin harga benur di lapangan benur Rp 10 ribu, dijual ke Vietnam 150-260 ribu satu ekor. Bisa dibayangkan kerugian alam, Indonesia dari adanya selundupan benih ini?" paparnya.
Dalam penjelasannya, Anta menyebutkan bahwa adanya monopoli dalam ekspor benih lobster ibarat penyakit yang terus mendera nelayan Indonesia. Karena nelayan jelas dirugikan.
"Jangan bilang kebijakan itu enggak bagus. Bagus, tapi harus direvisi, harus dikaji ulang," pungkasnya.
(bnl/ddn)
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!