Tanpa Cabai, Hidup Warga Raja Ampat Rasanya Hambar

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Tanpa Cabai, Hidup Warga Raja Ampat Rasanya Hambar

Hari Suroto - detikTravel
Selasa, 26 Jan 2021 09:05 WIB
Harga cabai di Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur, masih ganas, Rabu (13/01/2021). Cabai rawit merah merah dibandrol Rp 75 ribu//Kg.
Foto: Ilustrasi cabai (Rengga Sancaya/detikcom)
Misool -

Cabai sudah tidak bisa dipisahkan dalam masakan sehari-hari masyarakat Papua. Bagi warga Raja Ampat, hidup rasanya hambar bila tidak ada cabai.

Untuk daerah perkotaan atau daerah dengan akses listrik 24 jam, cabai dapat disimpan di kulkas. Tentu hal ini sangat tidak mungkin dilakukan untuk daerah yang akses listriknya terbatas, seperti di Raja Ampat, Papua Barat.

Sebagian kampung-kampung di Pulau Misool, Raja Ampat memiliki akses listrik yang terbatas. Warga hanya menyalakan lampu listrik selama 6 jam saja.

Mulai dari pukul 18.00 petang hingga pukul 24.00 WIT. Itu pun mereka menggunakan generator listrik pribadi masing-masing, bukan dari listrik pemerintah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ibu-ibu rumah tangga di Pulau Misool pun memiliki teknik sendiri dalam menyimpan cabai secara tradisional. Selain cabai segar dipetik dari pohon langsung pada saat akan digunakan untuk memasak, ada juga cara menyimpan cabai secara tradisional agar dapat bertahan lama.

Cara tradisional ini yaitu cabai dipetik dengan tangkai buahnya. Buah cabai yang dipetik dengan tangkai akan lebih tahan lama disimpan.

ADVERTISEMENT

Buah-buah cabai ini kemudian dilumuri garam dapur. Selanjutnya cabai tersebut akan dimasukkan ke dalam wadah toples plastik hingga nanti akan digunakan lagi untuk memasak.

Buah cabai yang disimpan dengan cara ini akan mampu bertahan hingga satu minggu. Walaupun disimpan dengan butiran garam, cabai ini tidak berasa asin sama sekali. Jika ingin memasak, tinggal ambil cabai dari dalam toples.

Kandungan garam ternyata mampu membasmi mikroorganisme dan mematikan bakteri. Teknik menyimpan cabai ini juga dapat diterapkan bagi traveler yang hobi bertualang naik gunung atau trekking ke pedalaman Papua.


---
Artikel ini dibuat oleh Hari Suroto dari Balai Arkeologi Papua dan diubah seperlunya oleh redaksi.




(wsw/ddn)

Hide Ads