Persatuan Dukun Nusantara (Perdunu) dideklarasikan dan berencana menggelar festival santet di Banyuwangi. Memantik pro dan kontra.
Deklarasi Perdunu digelar di Desa Sumberarum, Kecamatan Songgon, Banyuwangi, Jawa Timur, Rabu (3/2/2021). Agendanya, pengenalan logo, pembentukan pengurus, hingga pemotongan tumpeng sebagai ucapan syukur dan menyampaikan program kerja.
Ketua Perdunu Indonesia Gus Abdullah Fatah Hasan menyebut program kerja itu antara lain pengobatan gratis, doa bersama, serta festival santet dan pengembangan wisata mistis. Dua program kerja yang disebut terakhir menjadi polemik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jangan dipersepsikan kemudian langsung pementasan santet yang berbau bahaya dan seterusnya. Nanti akan ada diskusi di sana terkait dengan definisi santet dan seterusnya," kata Abdullah.
Rencana untuk menggelar wisata santet pun ditanggapi beragam oleh seniman, pemerintah, dan lembaga agama.
Ketua DKB Banyuwangi Hasan Basri menilai pemilihan kata dukun dan santet berkonotasi negatif. Citranya kurang oke.
"Pemicunya adalah pemilihan kata dukun di Persatuan Dukun Nusantara. Kata itu sudah berubah, bermakna kurang bagus, dan tidak diterima oleh masyarakat," ujar Hasan Basri.
"Kata dukun itu kan maknanya sudah mulai berubah, menjadi negatif karena ada nama lain yang lebih halus. Misalnya, ahli spiritual, paranormal, dan masih banyak lagi," dia menambahkan.
"Sebenarnya membuat perkumpulan hak masyarakat tapi juga harus berpikir apakah itu nantinya melukai masyarakat lain tidak? Hendaknya berpikir kepada kepentingan yang lebih luas," ujar Hasan.
Apalagi, Banyuwangi sempat identik dengan santet dan baru sepuluh tahun terakhir boleh dibilang berhasil membangun citra baru. Banyuwangi yang dulu lekat dengan santet kini menjadi salah satu dalam daftar kabupaten destinasi wisata favorit.
Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Banyuwangi juga turut merespons rencana festival santet dan wisata mistis itu. Zaenal Muttaqin, Ketua PHRI Banyuwangi, berharap rencana festival santet dan wisata mistis tersebut jangan sampai bikin polemik dan menurunkan minat pelancong.
"Tentu ini menjadi tanya besar apa yang dimaksud festival santet. Kami sebagai pelaku wisata ya bertanya-tanya," ujar Zaenal.
"Kalau hanya sekedar gimmick atau mengenang sejarah tidak apa-apa. Tapi, jika sampai menggelar kegiatan dan mengajarkan santet maka kami menentang keras," dia menambahkan.
(fem/fem)
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol