Sarat Makna, Begini Tradisi Tedak Siten yang Masih Dilestarikan di Magelang

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Sarat Makna, Begini Tradisi Tedak Siten yang Masih Dilestarikan di Magelang

Eko Susanto - detikTravel
Sabtu, 20 Feb 2021 09:50 WIB
Saat ini tradisi Tedak Siten atau turun tanah tak banyak yang melakoni. Namun tradisi seperti ini ternyata masih ada dan dilestarikan di Kabupaten Magelang.
Foto: Tradisi Tedak Siten (Eko Susanto/detikcom)

Abbet yang juga pelaku wisata dan seniman ini menambahkan, dalam tedak siten tersebut banyak filosofinya. Mulai dari proses siraman, menginjak jadah tujuh warna, menaiki tangga tebu dan seterusnya.

"Ini banyak filosofinya di antaranya prosesi siramannya ini mencucikan lahir batinnya, kemudian menginjak jadah dengan berwarna tujuh adalah rangkaian warna gelap ke warna terang, 'anak nanti kita harapkan menuju pencerahan'. Kemudian, anak tataran (tangga) pitu yang terbuat dari tebu arjuna atau tebu wulung, tebu dari kata antemping kalbu ini anak kita bimbing kedua orangtua, dari orangtua membimbing anak tersebut supaya menapaki tujuh tingkatan kehidupan sampai tingkatan yang ketujuh. Tujuh ini dimaksudkan dengan pitulungan ini kalau anak sudah pada level pitulungan maka semuanya kita serahkan kepada Allah SWT," tuturnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bagi Abbet, katanya, Gahez Rakai Pramudya Maheswara, yang artinya Gahez adalah pagi hari. Kemudian, Rakai Pramudya diambilkan dari cerita yang ada di Candi Borobudur, sedangkan Maheswara merupakan raja yang besar.

"Nama anaknya Gahez Rakai Pramudya maheswara. Gahez itu pagi hari, rakai pramudya itu saya ambil dari Borobudur. Maksudnya kalau sesuai dengan mitologi dan sejarah yang tertulis, nama ini supaya kelak dewasa misalnya 'dia nanti bisa keliling dunia kayak bapaknya kan tetap ingat dia orang Borobudur,' Maheswara ini adalah raja yang besar. Jadi supaya anak ini kelak menjadi pemimpin yang besar, jadi harapan dalam doa, namanya ini saya nama-nama Jawa meskipun artinya tetap bagai sebuah doa," tuturnya.

ADVERTISEMENT

Ia menambahkan, Maheswara merupakan putera pertama dari istri keduanya yang lahir pada 5 Agustus 2020. Kemudian dalam hitungan Jawa pas 7 bulan.

"Ini merupakan putera yang pertama dari istri kami yang kedua. Kelahirannya, 5 Agustus 2020. Kita pakai penanggalan Jawa, jadi 7 bulan," katanya.



Simak Video " Video: Melihat Patung Biawak di Wonosobo yang Viral gegara Mirip Asli"
[Gambas:Video 20detik]

(elk/elk)

Hide Ads