Pemkab Wonogiri melalui BPBD sangat tidak merekomendasikan penggunaan luweng untuk keperluan wisata.
Hal itu diungkapkan oleh Kepala Pelaksana BPBD Wonogiri, Bambang Haryanto saat dihubungi detikTravel via sambungan telepon, Rabu (3/3/2021). Untuk informasi, luweng adalah aliran pembuangan air alami di kawasan karts.
"Sampai saat ini tidak ada kegiatan pariwisata memanfaatkan luweng di Wonogiri. Kami sangat tidak merekomendasikan untuk itu," tegas Bambang Haryanto.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kalau luweng yang dimanfaatkan selain drainase alami, menurut dia, ada di Luweng Songo Desa Sumberagung Kecamatan Pracimantoro. Pemanfaatannya untuk pengadaan air bersih, di dalam Luweng ada sungai bawah tanah yang diambil airnya melalui penyedotan mesin.
"Hanya untuk keperluan pengadaan air bersih, itupun dengan disedot. Kalau untuk keperluan pariwisata tidak ada dan sekali lagi kami tidak merekomendasikan," tandas dia.
Luweng bebernya, berfungsi mengalirkan air di kawasan karst. Masyarakat sekitar diminta untuk menjaga agar tidak tertimbun atau tersumbat sampah maupun sedimentasi. Supaya drainase alami ini berfungsi dengan baik.
"Beraktifitas di sekitar luweng itu berbahaya, kita tidak tahu batuan di sekitarnya mudah lapuk atau tidak, kemudian ketika terjadi gempa rawan runtuh atau tidak. Selain itu belum diketahui berapa kedalaman atau panjang dari luweng itu," ujarnya.
![]() |
Sosialisasi terkait bahaya beraktivitas di sekitar luweng ini diselipkan melalui pemerintah desa atau relawan desa tanggap bencana (destana). Di mana sebagian besar desa di Wonogiri telah terbentuk destana.
Terkait tersumbatnya luweng di Kecamatan Pracimantoro dan Paranggupito hingga memicu terjadinya genangan, menurut dia semestinya dilakukan langkah pengecekan semua mulut luweng, terutama yang berpotensi rawan terjadi sumbatan.
Misalnya sekitar 100 meter sisi barat lampu merah Pracimantoro. Secara bertahap mulut luweng dipasangi penyaring.
Mantan Camat Selogiri ini menerangkan, mulut luweng harus bersih dari segala sumbatan. Misalnya sampah, daun dan ranting kering, batu, tanah, dan sejenisnya. Secara prinsip, luweng merupakan aliran pembuangan air yang tercipta secara alami.
"Ketika mengalami penyumbatan aliran air, tanah, sampah, daun dan ranting kering menyumbat luweng. Akibatnya air tidak bisa mengalir lancar dan bahkan menggenang di sekitarnya," kata dia.
Terpisah Camat Giritontro, Fredy Sasono menuturkan lubang luweng sudah dianggap satu hal yang biasa. Sebab, di wilayahnya banyak terdapat luweng. Sehingga masyarakat dengan sendirinya sudah memiliki sikap waspada.
"Kami meminta warga tidak mendekati area di sekitar lubang luweng itu. Kami sosialisasikan melalui perangkat atau relawan," jelas Fredy.
Di wilayah Wonogiri selatan tercatat lebih dari 200-an luweng atau sumur dalam vertikal. Dari jumlah itu sekitar 50-an buah termasuk berukuran besar.
Ratusan luweng tersebar di wilayah Wonogiri selatan. Meliputi Kecamatan Paranggupito, Pracimantoro, Eromoko, Giriwoyo, Manyaran dan Giritontro.
Hingga saat ini masih ada luweng yang diperkirakan hilang atau tertimbun sedimentasi. Namun, belum diketahui jumlah pastinya. Sejumlah daerah seperti Kecamatan Pracimantoro masih berupaya mencari keberadaannya dengan bantuan alat berat.
Luweng yang besar diameternya berukuran lebih dari dua meter. Tidak diketahui berapa kedalaman atau panjang dari luweng yang besar-besar itu.
Salah satunya berada beberapa ratus meter dari simpang empat Kecamatan Pracimantoro. Luweng di tempat ini tidak tertutup atau tertimbun sedimentasi dan masih bisa mengalirkan air.
(rdy/rdy)
Komentar Terbanyak
Layangan di Bandara Soetta, Pesawat Terpaksa Muter-muter sampai Divert!
Wapres Gibran di Bali Bicara soal Pariwisata, Keliling Pasar Tradisional
Bandara Kertajati Sepi, Waktu Tempuh 1,5 Jam dari Bandung Jadi Biang Kerok?