Setelah selesai direnovasi, Museum Yahudi di Tel Aviv akhirnya dibuka. Butuh dana USD 100 juta untuk merenovasi dan menjadikannya museum Yahudi terbesar yang mencakup 3.000 tahun sejarah Yahudi.
Mengutip AP, Jumat (12/3/2021), Museum Yahudi Tel Aviv menghabiskan waktu satu dekade untuk renovasi. Kini, ruang pamerannya bertambah tiga kali lipat.
Galeri lamanya dengan diorama dan model sejak pertama kali dibuka pada tahun 1978 menjadi kekinian. Ruang itu diklaim menjadi tempat pameran mutakhir dengan layar sentuh interaktif dan memiliki karya seni asli.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, pengunjung dapat menggunakan gelang digital untuk menangkap elemen yang mudah diingat, mulai dari kutipan sastra, hingga resep, dan silsilah keluarga. Traveler bahkan bisa membawa pulang semua elemen itu melalui email.
Hampir sepertiga biaya renovasi dibiayai oleh Nadav Foundation dari Rusia-Israel Leonid Nevzlin, seorang mantan raja minyak. Sebanyak USD 52 juta lainnya berasal dari filantropis dan yayasan yang berbasis di AS, dan USD 18 juta dari pemerintah Israel.
Putri Nevzlin, Irina, istri Menteri Kesehatan Israel Yuli Edelstein, menjabat sebagai ketua dewan direksi museum.
Museum yang telah direnovasi ini mengadopsi pendekatan baru untuk menceritakan kisah orang-orang Yahudi.
"Ini berfokus pada keragaman budaya Yahudi dan pencapaian orang-orang Yahudi, bukan hanya tragedi," kata kepala kurator Orit Shaham-Gover.
Di galeri seluas 72.000 kaki persegi (6.690 meter persegi), terdapat artefak dan hal yang bersejarah. Contohnya 'jawza' sejenis alat musik gesek milik musisi Irak abad ke-20 yang dikenal sebagai Al-Kuwaity bersaudara, salah satu Hakim Agung Ruth Bader.
Ada juga kerah khas Ginsburg, gulungan Kitab Ester dari Spanyol pra-Inkuisisi dan batu berukir monumental dari sinagoga abad pertama M di tepi Laut Galilea.
Daya tarik utama dari museum ini adalah karya seni asli yang menyoroti tokoh-tokoh sejarah yang kurang terkenal seperti salah satu wanita Yahudi terkaya di Eropa waktu itu Dona Gracia Mendes Nasi.
"Semua orang yang berjalan di sini perlu melihat diri mereka sendiri tanpa memandang jenis kelamin, denominasi, latar belakang etnis. Ini adalah kisah kami dan Anda merasa menjadi bagian darinya," kata Dan Tadmor, CEO museum.
Saat memasuki galeri utama, pengunjung akan menjumpai proyeksi seukuran orang Yahudi dari kaleidoskop afiliasi dan gaya hidup yang berbeda dari reformasi hingga ultra Ortodoks. Selain itu, di museum tersebut terdapat banyak hal yang menjelaskan bagaimana mereka mendefinisikan identitas Yahudi.
Peresmian Museum Yahudi terjadi ketika masalah mendasar tentang siapa itu Yahudi muncul kembali dalam politik Israel menjelang pemilihan parlemen bulan ini.
Mahkamah Agung baru-baru ini memutuskan bahwa orang-orang yang telah mengalami reformasi dan konversi konservatif ke Yudaisme di Israel akan memenuhi syarat sebagai orang Yahudi ketika mengajukan kewarganegaraan di bawah Hukum Pengembalian Israel.
Keputusan itu membuat marah lembaga keagamaan ultra-Ortodoks Israel yang kuat, yang telah lama memonopoli perpindahan agama, bersama dengan anggota partai Likud yang berkuasa.
(sym/ddn)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum