Pesawat terbang kecil dan lapangan terbang perintis menjadi akses transportasi utama ke pedalaman Papua. Namun sayangnya, sejak 2017 hingga sekarang terdapat sekitar 100 pilot asli Papua yang belum mendapat pekerjaan.
Mereka lulusan dari sekolah pilot di Filipina, Selandia Baru maupun sekolah pilot di dalam negeri. Selama bersekolah, biaya ditanggung oleh Provinsi Papua.
Mereka adalah SDM unggul yang siap pakai dan masing-masing mengantongi lisensi terbang, namun banyak yang belum bisa mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh meski sudah melamar ke maskapai-maskapai yang beroperasi di Papua.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apalagi sejak pandemi COVID-19 serta adanya gangguan keamanan oleh KKB, jadwal penerbangan ke pedalaman Papua berkurang.
Pemprov Papua harus belajar pada Pemkot Surabaya pada saat Tri Rismaharini menjabat sebagai walikota. Pemkot Surabaya memfasilitasi lima anak Surabaya untuk sekolah pilot dan setelah lulus, mereka dibantu penyaluran kerjanya ke maskapai yang beroperasi di Surabaya.
Solusi lainnya adalah untuk kabupaten di Papua yang masih mengandalkan pesawat terbang sebagai transportasi utama, dapat menganggarkan dana untuk membeli pesawat terbang kecil.
Pesawat terbang kecil ini dapat menjadi aset daerah dan dikelola sebagai badan usaha milik daerah. Pesawat terbang ini dapat dipiloti oleh pilot asli Papua atau pilot putra daerah dari masing-masing kabupaten pemilik pesawat.
Beberapa waktu lalu kita mengenal nama dua Putri asal Papua berhasil jadi pilot di maskapai penerbangan di tanah air. Mereka adalah Vanda Korisano dan Martha Itaar. Vanda diterima sebagai pilot di Garuda Indonesia, dan Martha diterima di Citilink. Semoga kalau pandemi usai makin banyak pilot dari Papua.
Baca juga: Ini Tips Wisata Hemat ke Raja Ampat |
----
Hari Suroto
Peneliti di Balai Arkeologi Papua
(ddn/ddn)
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!