Toraja, sebuah daerah di Sulawesi Selatan yang memiliki segudang tradisi. Tradisi dari nenek moyang yang sudah turun-temurun ini tak hilang tergerus modernisasi danteknologi. Semua aspek kehidupan mereka tak lepas dari ajaran nenek moyang, masyarakat Toraja mengenal yang namanya Aluk Ta Dolo, atau ajaran dan agama asli nenek moyang mereka.
Namun sekarang Aluk Ta Dolo sudah bercampur dengan agama-agama umum yang diakui pemerintah. Vagi masyarakat Toraja apapun agama yang mereka anut sekarang, ajaran nenek moyang atau Aluk Ta Dolo masih mereka jaga.
Kita tidak bisa memisahkan kematian dari kepercayaan, apalagi masyarakat Toraja. Toraja dikenal dengan rangkaian ritual Rambu Solok. Pemakaman ala Toraja ini erat kaitannya dengan kemewahan dan juga pengorbanan yang merogoh kocek begitu dalam.
Stigma yang begitu melekat ini sudah menempel di masyarakat Indonesia bahkan dunia. Rambu Solok bertujuan untuk menghantarkan almarhum dari dunia menuju alam keabadian atau masyarakat Toraja menyebutnya alam Puya, yang bisa kita sederhanakan sebagai akhirat.
Stigma yang begitu melekat menganggap bahwa masyarakat Toraja rela menghambur-hamburkan hartanya hanya untuk upacara kematian, sementara bekerja dan berusaha di dunia nyata hanya untuk mempersiapkan hal tersebut. Namun bagi masyarakat Toraja yang benar-benar menghidupi budaya dan melaksanakan tradisi tersebut, hal tersebut bukanlah masalah dan juga sebuah keterpaksaan, namun merupakan sebuah perjalanan hidup yang mereka pilih dan mereka lakoni.
Masyarakat Toraja dengan Rambu Soloknya memang tak terpisahkan, namun Rambu Solok ini tetap memiliki kelasnya masing-masing dan menyesuaikan jabatan atau gelar dari almarhum. Semakin tinggi jabatannya, biasanya mereka bisa mengorbankan 12 atau 24 kerbau, yang mereka kenal dengan Rapasan atau tingkat pemakaman yang paling tinggi serta mengorbankan kerbau paling banyak, belum lagi masing-masing kerbau tersebut memiliki fungsi berbeda-beda untuk menghantarkan almarhum ke alam Puya. Masyarakat Toraja pun menyesuaikan dengan keadaan ekonomi dan strata sosial, dan tidak melulu harus mewah.
Ada upacara pemakaman dengan tingkat paling sederhana yaitu Dedekan Palungan yaitu hanya mengetuk-ngetuk palung makan babi atau tempat makan babi sebagai tanda mereka tidak punya apa-apa, ada juga Kambuturan Padang yaitu mengeruk tanah dengan tumit lalu menguburnya kembali untuk ibu yang mengalami keguguran, dan juga ada Disilik atau pemakaman Passiliran yaitu pemakan untuk bayi yang belum tumbuh gigi, jadi menguburkan bayi dengan cara memasukkan mereka kedalam pohon cempedak lalu menutupnya dengan ijuk. Masing-masing pemakaman memiliki maknanya tersendiri.
Toraja memiliki caranya sendiri untuk menghargai kematian dan peralihan dari dunia ke alam baka, mereka tak hanya menghidupinya namun juga memaknainya sebagai sebuah penghormatan terhadap nenek moyang dan juga Tuhan.
Selain itu, Tana Toraja juga memiliki hotel yang bangunannya berasal dari Tongkonan. Hotel tersebut memberikan sensasi menginap di rumah asli Tana Toraja yaitu Tongkonan. Hotel tersebut bernama Misiliana Hotel.
Mau tahu lebih lengkap tentang bagaimana upacara kematian adat Toraja? Bersama Citilink, CXO Media dan Marshall Sastra akan membawa kalian terjun lebih dalam memahami adat istiadat dan juga tradisi Toraja, kalian bisa tonton langsung KULTUR: Toraja, Menjaga Tradisi Nenek Moyang hanya di kanal YouTube CXO Media!
(akd/ddn)