Jangan Panik, Ini Bedanya Tsunami dan Surut Biasa di Pantai

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Jangan Panik, Ini Bedanya Tsunami dan Surut Biasa di Pantai

bonauli - detikTravel
Jumat, 09 Jul 2021 13:19 WIB
Pulau Kei
Pulau Kei Foto: Mustiana Lestari
Kei -

Pulau Kei tengah jadi perbincangan karena viral di medsos. Banyak yang mengira pantai ini mulai pertanda tsunami, padahal tidak.

Video viral tersebut diunggah oleh akun TikTok Fahmi Habibie. Dalam videonya Fahmi menceritakan pantai yang mendadak 'hilang'.

Fahmi berada di Pantai Ohoidertawun, Pulau Kei, Maluku. Dirinya berjalan hingga ke tengah lautan. Terlihat bahwa air laut seketika hilang dan meninggalkan pasir pantai putih.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lucunya, dalam video itu Fahmi terkejut sambil tertawa. Sementara itu warga +62 panik di kolom komentar. Mereka meminta Fahmi untuk segera menjauh dari pantai.

Sebagai warga Indonesia yang dikenal dengan julukan Negara Maritim yuk kita kenali fenomena-fenomena ini. Biar tidak salah lagi, detikTravel akan mengulasnya bersama Widodo Setiyo Pranowo, Peneliti Oseanografi Terapan Laboratorium Data Laut dan Pesisir, Pusat Riset Kelautan, Badan Riset dan SDM Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

ADVERTISEMENT

"Kepulauan ini diapit oleh Laut Aru di sisi timur dan Laut banda di sisi baratnya. Pantai Ohoidertawun ini merupakan kawasan teluk di Pulau Kai/Kei Kecil yang menghadap ke utara," ujar Widodo.

Berdasarkan peta laut elektronik, ternyata di bagian teluk dari pesisir Pantai Ohoidertawun memiliki wilayah perairan dangkal. Kedalamannya 0,2 hingga 7 meter dan tampak cukup luas.

Pemodelan oseanografi Pulau KeiBatimetri pesisir Pantai Ohoidertawun, Pulau Kei Foto: (Widodo Pranowo/Istimewa/Peta Laut Elektronik)

"Ketika ditarik garis maya dari garis darat (batas antara warna coklat dan hijau) menuju ke kedalaman laut sekitar 7 meter (kontur antara warna biru sangat muda dan biru muda), maka menghasilkan kelerangan yang sangat landai. Wilayah berwarna hijau, pada peta laut tersebut merepresentasikan zona karang dan atau pasir," jelasnya.

Widodo juga menilik ulang kondisi kawasan pesisir Ohoidertawun menggunakan citra satelit yang dikompilasi oleh Google Earth. Dari sana kondisinya semakin mudah dipahami.

"Pada citra satelit terdapat warna putih seperti pasir di wilayah pantai yang cukup luas, yang sinkron dengan warna hijau pada peta laut elektronik. Kemudian tampak perairan dangkal berwarna hijau sangat muda, yang sinkron dengan wilayah berwarna biru sangat muda hingga biru muda pada peta laut elektronik," lanjutnya.

Pemodelan oseanografi Pulau KeiStasiun virtual di Pulau Kei Foto: (Widodo Pranowo/Istimewa)

Hasil prediksi elevasi muka laut untuk periode 10 Juni hingga 18 Juli 2021 memperlihatkan bahwa kondisi tunggang muka air (tidal range) atau perbedaan ketinggian elevasi muka laut saat air paling pasang dan saat air paling surut adalah sekitar 2,5 meter ketika fase bulan Purnama. Ketika mendekati fase Bulan Baru, tunggang air mendekati 2 meter.

"Kondisi tunggang muka air yang tinggi tersebut terhadap kondisi kelerengan yang sangat landai dari Pantai Ohodiertawun inilah yang menyebabkan laut menjadi tampak mengalami kekeringan yang sangat luas ketika terjadi fenomena air surut," ucapnya.

Air laut akan tampak makin hilang di tanggal 6 hingga 9 Juli 2021. Hal ini disebabkan adanya pendekatan gaya gravitasi bulan baru (new moon). Fase bulan baru diprediksi akan terjadi pada 10 Juli 2021.

Sementara itu pada bulan Juli, bumi memiliki jarak terjauh dari matahari. Kondisi ini sering disebut sebagai Aphelion. Sehingga gaya gravitasi matahari terhadap elevasi muka laut menjadi turut berkurang.

Pemodelan oseanografi Pulau KeiPrediksi elevasi mulai laut Pantai Ohoidertawun, Pulau Kei Foto: (Widodo Pranowo/Istimewa)

Air laut akan mengalami surut atau menuju surut setelah pukul 3 sore waktu setempat. Lamanya surut tersurut hingga kembali ke level air normal semula adalah antara 9,5 hingga 10 jam.

"Fenomena keringnya air laut atau surut air laut di perairan Pantai Ohoidertawun pada kurun waktu 6 hingga 8 Juli 2021 kemarin adalah suatu fenomena alamiah biasa, bukan pertanda akan terjadinya tsunami," paparnya.

Ada perbedaan yang terlihat antara surut alami dengan tsunami. Ketika ada pusat gempa berpotensi tsunami yang dekat, maka pertanda akan terjadinya tsunami adalah ketika air dari tinggi elevasi normal mengalami surut yang sangat tiba-tiba dengan sangat cepat setelah terjadinya gempa.

"Saking cepatnya air surut, ikan-ikan pun bisa tertinggal di laut yang kering, tidak sempat terbawa oleh air surut tersebut. Apabila hal ini terjadi, maka sebaiknya tidak mengambil ikan-ikan tersebut, melainkan berlari menjauh dari pantai atau menuju ke daratan yang lebih tinggi," pungkasnya.

Jadi bagaimana, Traveler sudah tahu kan bedanya surut biasa di laut dan tsunami? Semoga artikel ini bisa bikin traveler makin kenal dan cinta laut Indonesia, ya!

Halaman 3 dari 2
(bnl/ddn)

Hide Ads