Melonjaknya kurva COVID-19 tak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di sejumlah negara Eropa. Pembatasan ketat kembali diberlakukan.
COVID-19 varian Delta ditengarai menjadi penyebab meningkatnya kurva di sejumlah negara dunia. Dikumpulkan detikTravel dari berbagai sumber, Kamis (15/4/2021), negara Eropa pun kembali dihantui seperti diberitakan Lonely Planet.
Baca juga: Menara Eiffel Tetap Primadona di Eropa |
Hanya dalam hitungan minggu, sejumlah negara Eropa seperti Prancis, Spanyol, Portugal, Yunani dan Belanda mencatatkan kenaikan COVID-19 yang cukup signifikan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di Prancis, Perdana Menteri Emmanuel Macron bahkan kembali memperketat perbatasannya bagi traveler yang belum divaksinasi atau datang dari negara beresiko tinggi. Aturan itu diketahui kembali diberlakukan per hari Senin (12/7) kemarin.
Di Eropa, nama Inggris tercatat sebagai salah satu yang beresiko tinggi. Oleh sebab itu, Menteri Prancis untuk urusan Eropa Clement Beaune, meminta turis dari Inggris untuk menyertakan bukti negatif COVID-19 dan harus sudah vaksin jika ingin masuk Prancis.
Sedangkan bagi traveler yang datang dari zona hijau Eropa, hanya diminta menyertakan bukti surat negatif COVID-19. Selain itu, Prancis juga kembali menggalakkan vaksinasi.
Salah satu caranya, bukti vaksinasi akan menjadi akses masuk ke sejumlah bar, restoran, kafe, bioskop, hingga untuk naik kereta dan pesawat seperti diberitakan Le Monde.
Namun, hal serupa juga telah dilakukan di Yunani. Dimana hanya orang yang telah divaksin atau terbukti negatif COVID-19, dapat memasuki ruang publik di Yunani seperti diberitakan Reuters.
Simak video 'Corona RI 15 Juli: Tambah 56.757 Kasus, 19.049 Sembuh':
Selanjutnya: Sejumlah negara Eropa kembali memberlakukan pengetatan
Sementara itu di Spanyol, dikabarkan tengah bersiap menghadapi gelombang ke lima pandemi. Pengetatan pun kembali dilakukan.
Di Catalonia misalnya, semua aktivitas dan bisnis diminta selesai sebelum pukul 12.30 siang. Kerumunan pun hanya dibatasi menjadi maksimal 10 orang saja seperti diberitakan koran lokal El Pais.
Aturan serupa juga disebut telah lebih dulu dilakukan di negara tetangga Portugal. Dimana pembatasan telah dilakukan di kota besar seperti Lisbon dan Porto.
Di Belanda, Perdana Menteri Mark Rutte mengakui kalau telah salah melakukan kebijakan seperti melakukan relaksasi di tengah pandemi. "Kebiajakan yang salah telah dibuat. Apa yang tadinya kami kira bisa biarkan, ternyata tak dapat dilakukan," ujar Rutte di Den Haag.
Dalam sebuah pernyataan resmi, tingkat penyebaran infeksi COVID-19 di Belanda disebut menyebar lebih cepat dari perkiraan sejak 26 Juni lalu. Dimana kluster terjadi lewat tempat hiburan malam dan pesta yang melibatkan banyak orang.
Terkait hal itu, pembatasan di restoran, bar dan club malam kembali dilakukan. Dimana semuanya wajib tutup dari tengah malam hingga pukul 06:00 pagi waktu setempat dan lainnya.
Namun, tindakan yang kontras malah dilakukan Inggris yang disebut berisiko tinggi. Per 19 Juli mendatang, Inggris disebut menghapuskan kewajiban untuk memakai masker di tempat umum dan melakukan relaksasi lainnya.
(rdy/ddn)
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol
Tragedi Juliana di Rinjani, Pakar Brasil Soroti Lambatnya Proses Penyelamatan