Toilet Berbayar, yang 'Setor' Dibayar

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Toilet Berbayar, yang 'Setor' Dibayar

Femi Diah - detikTravel
Sabtu, 17 Jul 2021 08:45 WIB
close up women twists doorknob to enter the bathroom
Ilustrasi toilet Foto: Getty Images/iStockphoto/Jummie
Ulsan -

Korea Selatan bikin terobosan. Salah satu universitas di Negeri Ginseng itu membuat toilet ramah lingkungan juga menghasilkan uang virtual.

Terobosan itu dibuat oleh Cho Jae-weon, seorang profesor teknik perkotaan dan lingkungan di Institut Sains dan Teknologi Nasional Ulsan (UNIST). Dia merancang toilet ramah lingkungan yang terhubung ke laboratorium yang menggunakan kotoran untuk menghasilkan biogas dan pupuk kandang.

Toilet itu dinamainya toilet BeeVi, gabungan dari kata lebah dan penglihatan. Toilet Beevi menggunakan pompa vakum untuk mengirim kotoran ke tangki bawah tanah, sehingga mengurangi penggunaan air.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di sana, mikroorganisme memecah limbah menjadi metana, yang menjadi sumber energi untuk bangunan, menyalakan kompor gas, ketel air panas, dan sel bahan bakar oksida padat.

"Jika kita berpikir out of the box, kotoran memiliki nilai yang sangat berharga untuk dijadikan energi dan pupuk. Saya telah memasukkan nilai ini ke dalam sirkulasi ekologis," kata Cho seperti dikutip dari Reuters.

ADVERTISEMENT

Rata-rata orang buang air besar sekitar 500 gram sehari. Itu dapat diubah menjadi 50 liter gas metana.

Dari 5 liter metana itu dapat menghasilkan listrik 0,5kWh atau setara untuk bisa menggerakkan mobil sejauh sekitar 1,2 km.

Selain ramah lingkungan, toilet itu juga bisa bikin yang 'setor' dapat uang. Ya, Cho merancang mata uang virtual yang disebut Ggool, yang berarti madu dalam bahasa Korea. Setiap orang yang menggunakan toilet ramah lingkungan dibayar 10 Ggool sehari.

Mahasiswa di kampus itu dapat menggunakan mata uang tersebut untuk membeli barang-barang di kampus, mulai dari kopi panas, mi instan, buah-buahan, dan buku. Para siswa dapat mengambil produk yang mereka inginkan di toko dan memindai kode QR untuk membayar dengan Ggool.

"Saya selalu berpikir kalau kotoran itu kotor, tetapi sekarang itu adalah harta yang sangat berharga bagi saya," kata mahasiswa pascasarjana Heo Hui-jin di pasar Ggool.

"Saya bahkan berbicara tentang kotoran selama waktu makan untuk berpikir tentang membeli buku apa pun yang saya inginkan," kata dia.




(fem/ddn)

Hide Ads