Semenjak wilayah Kabupaten Magelang menjadi zona merah, destinasi wisata otomatis ditutup termasuk di Candi Borobudur. Bagaimana nasib wisata andong?
Sebelum pandemi, wisatawan di Candi Borobudur bisa menikmati jasa andong untuk keliling di kawasan maupun perkampungan. Untuk keliling di dalam kawasan Candi Borobudur tarif sebesar Rp 100.000. Kemudian, untuk keliling kampung maupun tilik desa ada tarif tersendiri mulai Rp 100.000 sampai Rp 350.000 per andong.
"Kami kerja sama dengan teman-teman. Kalau untuk andong roda 2 ada 32. Terus yang roda empat ada 10. Andong itu, investasinya total sekitar Rp35 juta. Satu unit kuda dan satu andong roda 2," kata Ketua Klaster Pariwisata Borobudur, Kirno Prasojo saat ditemui detikTravel di rumahnya, Kamis (29/7/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kirno menuturkan, untuk andong roda empat investasinya mencapai sekitar Rp75 juta. Kemudian, sebelum adanya pandemi Covid-19, kusir andong minimal sebulan bisa mendapat pemasukan Rp2 juta. Namun semenjak pandemi, wisatawan tutup praktis tidak ada pendapatan sama sekali.
![]() |
"Kalau yang roda empat dengan 1 kuda ya investasinya sekitar Rp 75 juta. Kudanya juga beda harus yang lebih besar, jadi harganya lebih mahal. Sebenarnya kemarin-kemarin sebelum pandemi kusir itu minimal sebulan, Rp 2 juta dapat itu. Itu sudah bersih terpotong untuk makan kuda, tapi setelah pandemi ini tutup ya sudah 0 (nol). Benar-benar nggak ada operasional karena nggak ada tamu," tuturnya.
Ia menuturkan, memiliki empat kuda. Untuk itu, sampai sekarang tetap ada dua tenaga yang bertugas merawat kudanya. Siasat yang dilakukan mengurangi menu makannya.
Saat pandemi, Kirno menceritakan pernah mau menjual seekor kuda yang dulunya dibeli Rp 30 juta. Kemudian, pernah ditawarkan kepada pedagang Rp 15 juta, namun pedagang tidak mau membeli dengan alasan masih memiliki dagangan kuda.
"Kalau mau jual juga kesulitan. Saya beli kuda di Jumoyo itu Rp 30 juta. Padahal saya belinya belum begitu bagus, sekarang gemuk itu saya tawarkan ke penjualnya lagi Rp 15 juta nggak mau beli. 'Dia bilangnya masih banyak kuda yang belum laku'. Kita itu kadang mau dijual harganya murah, tapi kalau nggak dijual jadi beban. Makanya yang dihadapi temen-temen kusir memang berat. Nggak ada pemasukan, tapi pengeluaran terus. Kalau mobil berhenti nggak apa, tapi kuda kan harus jalan terus," tuturnya.
![]() |
Sebelum pandemi, andong yang bekerja sama dengannya dijadwal beroperasinya. Sehari masuk, sehari libur, kemudian mereka para kusir andong harus memakai seragam.
"Sebelum pandemi itu diatur sehari masuk dan sehari nggak. Jadi sehari cuma ada 16 andong (roda dua) dan yang roda 4 per hari cuma 5. Itu tiketnya Rp100.000 sekali muter. Itu ke TWC Rp 25.000, kusirnya dapat Rp 50.000. Yang Rp25.000 kita bagi-bagi. Untuk bayar petugas tiket, petugas keamanan di jalur, untuk asuransi. Terus untuk kampung yang dilewati kita kasih Rp 1.000 per tiket. Itu tahun 2019, satu kampung sekitar Rp 19,3 juta. Ada 4 kampung, Sabrang Rowo, Bumi Segoro, Gopalan dan Ngaran," katanya.
Menurutnya, untuk bantuan sembako bagi kusir pernah ada kerja sama. Kemudian kesehatan kuda pernah kerja sama dengan Fakultas Kedokteran Hewan UGM. Untuk itu, mendapatkan cara perawatan kudu.
"Sementara ini, kita belum kasih solusi kepada temen-temen. Kalau untuk bantuan sembako pernah kita kerjasamakan juga. Kalau sembako umum dari pemerintah, dari TWC dan itu kita usahakan juga. Kalau untuk kesehatan kuda, kita kemarin kerja sama dengan Fakultas Kedokteran Hewan UGM. Kita dibantu obat-obat yang harganya lebih murah. Kita diajari nyuntik sendiri. Jadi perawatan kuda. Kalau yang lain sementara ini urip dewe-dewe ini," kata dia.
Aktivitas kusir andong saat ini, katanya, ada yang bertani, kemudian ngetem di samping Kantor Pemkab Magelang. Bahkan ada yang mbarang atau membawa kuda dan andong menuju desa-desa maupun kota lain yang ramai.
"Ya ada yang bertani, ada yang kadang nongkrong di samping kantor kabupaten. Ya teko nggolek-nggolek. Terus ada yang kalau minggu di makam Giriloyo Kota Magelang. Pokoknya mbarang. Barang itu bawa mobil kuda dan andong diangkut, terus nanti ada keramaian dimana dia datang. Mencari daerah yang deso-deso. Purworejo, Kebumen. Ada yang kayak gitu. Cari yang pasaran. Pokoknya kusir itu jadi sopir dan nanti disana diturunkan, dipasang untuk muter-muter," ujarnya.
Sementara itu, salah satu kusir andong, Bari mengaku, sudah libur dua tahun menjadi kusir andong. Sebelum pandemi dan saat liburan, sehari bisa menarik 5 sampai 6 kali, bahkan hingga 10 kali.
"Wah udah lama (libur), ini hampir dua tahun. Nggak tentu (penghasilan), kalau liburan bisa 5, 6 narik, 5 tiket, 6 tiket sampai 10 pas liburan. Kalau hari-hari biasa ya cuman 3, 4 tiket," katanya.
Aktivitas yang dilakukan sekarang, katanya, libur membawa andong dan hanya merawat kudanya. Kemudian karena tidak ada pemasukan, menu makan katulnya dikurangi.
"Cuma merawat kuda. Iya katulnya dikurangi, sama singkongnya. Kalau buat kerja harus banyak makannya biar kenyang," tuturnya.
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!