Ada pementasan unik dalam Upacara Pembukaan Olimpiade Tokyo 2020. Pementasan itu adalah Kabuki yang semua pemainnya pria.
Kabuki merupakan salah satu dari empat jenis teater klasik Jepang yakni noh, kyogen, dan bunraku. Kesenian ini sudah eksis selama lebih dari 250 tahun, tepatnya sejak zaman Edo (1603-1867) saat era Tokugawa.
Meskipun sudah berusia tua, hingga saat ini Kabuki tetap eksis dan diminati penonton. Hal ini karena tema cerita yang dibawakan menarik perhatian, seperti tentang kepahlawanan atau tentang keinginan masyarakat mewujudkan mimpinya. Karena kekhasan itu, Kabuki diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh UNESCO pada 2008.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejarah Kabuki
Mungkin traveler bertanya-tanya, mengapa pementasan Kabuki hanya dilakukan pria? Hal itu rupanya tak lepas dari sejarah perkembangan Kabuki.
Kabuki pertama kali ditampilkan di Kyoto pada 1603. Di awal kemunculannya, tokoh dalam Kabuki justru diperankan perempuan. Pementasan itu awalnya didominasi pertunjukan tari dan sedikit teater.
Akan tetapi, dalam perjalanannya, Kabuki justru dijadikan sebagai ajang prostitusi. Itu sebabnya, sejak 1629 pertunjukan ini dilarang diperankan perempuan.
Sebagai gantinya, anak laki-laki atau disebut Wakashu, yang memerankan teater tersebut. Ternyata Kabuki menjadi semakin populer dengan formula ini.
Sayangnya, pada tahun 1652, Kabuki kembali dilarang diperankan anak laki-laki. Alasannya karena banyak aktor muda yang dilecehkan untuk aktivitas prostitusi oleh aktor dewasa.
Dengan dilarangnya perempuan dan anak laki-laki, Kabuki kemudian hanya diperankan pria dewasa. Formula tersebut bertahan hingga saat ini.
Kendati hanya diperankan pria dewasa, tokoh-tokoh yang diperankan dalam Kabuki masih mencakup perempuan dan laki-laki. Itu artinya, aktor pria akan juga akan memerankan tokoh perempuan.
Genre Kabuki
Dalam pementasan Kabuki, ada dua genre yang umumnya dibawakan yaitu genre aragoto dan wagoto. Perbedaannya, aragoto lebih menekankan cerita yang bombastis. Sedangkan wagoto lebih menekankan pada penggunaan dialek Kansai dan gestur lemah lembut.
Kostum dan Makeup Tebal
Kabuki dikenal punya ciri khas di mana para aktor mengenakan kostum tradisional Jepang dan makeup yang tebal. Makeup tebal ini disebut sebagai kumadori.
Dalam menggunakan makeup ini, ada sejumlah warna yang punya arti tertentu. Misalnya merah melambangkan kebaikan atau kekuatan super manusia. Sedangkan biru melambangkan hal buruk atau perasaan negatif seperti iri hati atau ketakutan.
Musik
Pertunjukan Kabuki akan semakin semarak dengan hadirnya musik. Musik yang dimainkan di panggung Kabuki berasal dari alat musik tradisional, salah satunya shamisen.
Shamisen merupakan alat musik dawai khas Jepang yang memiliki 3 senar dan cara memainkannya dengan dipetik menggunakan pick yang disebut bachi.
Di samping shamisen, alat musik lain seperti flute dan perkusi juga melengkapi musik pengiring Kabuki.
(pin/pin)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!