Jakarta kembali mencuri perhatian dunia karena disebut-sebut akan tenggelam. Kira-kira apakah alasan dari tenggelamnya Jakarta?
Ibarat kata, isu tenggelamnya Jakarta seperti lagu lama kaset baru. Sudah ada sejak dulu, namun terus diabaikan hingga seperti sekarang. Baru-baru ini Presiden AS Joe Biden mengungkit masalah tenggelamnya Jakarta. Seperti kebakaran jenggot, barulah Jakarta mendapat perhatian.
Melalui Blak-blakan detikcom, Kepala Laboratorium Geodesi ITB, Dr Heri Andreas mengatakan secara terbuka tentang 'penyakit' Kota Jakarta.
"Secara alamiah, topografi kita melandai ke arah utara. Kini 14 persen wilayah Jakarta sudah di bawah laut," ucapnya.
Keadaan Jakarta sebenarnya sudah cukup membaik karena adanya pembangunan tanggul. Namun tentu saja bukan menjadi solusi abadi, karena kenyataannya Jakarta masih mengalami banjir.
Heri mengatakan bahwa dirinya sudah mengamati penurunan tanah Jakarta-Bandung sejak 20 tahun yang lalu. Sebagai mahasiswa saat itu, dirinya memiliki kewajiban untuk melakukan pengukuran tanah setiap tahun. "Rob Jakarta itu datang tahun 2007," katanya.
Ada 7 penyebab terjadinya penurunan tanah, yaitu kompaksi alamiah, beban urugan dan infrastruktur, eksploitasi air tanah, efek tektonik, eksploitasi minyak dan gas, geothermal dan pengeringan lahan gambut. Untuk kompaksi alamiah dan beban urugan infrastruktur sendiri akan memberi penurunan tanah 1-2 cm per tahun.
"Kalau kompaksi dan beban bangunan itu penurunannya 1-2 cm, di Jakarta itu sempat 10-20 cm. Berarti arahnya ke eksploitasi air tanah," jelasnya.
Di luar negeri sendiri hal ini sudah sering terjadi. Namun untuk kasus Indonesia agak miris, karena tak adanya pendataan lebih jauh untuk solusi jangka panjang. Akhirnya, mau tak mau biaya penanganan ini menjadi bengkak.
"Konsekuensi dari banjir rob di seluruh pesisir Indonesia itu butuh lebih dari Rp 1.000 triliun untuk penanganannya," ungkapnya.
Heri menjelaskan bahwa setelah tanggul, Jakarta harus mulai menggunakan water management. Solusi ini adalah jawaban permanen dengan biaya penanganan yang lebih murah.
"Tapi water management butuh waktu, sementara potensi bencananya sudah di depan mata. Tanggul tidak akan terhindarkan, habis itu dilanjutkan water management," jelasnya.
Fakta menariknya, akibat dari penurunan tanah di Jakarta adalah menambah luasan banjir hingga 200 persen dari 3.000 menjadi 9.000 hektar. Namun karena belum adanya data pasti tentang penggunaan air tanah, penanganan pun belum bisa dilakukan. "Tetapi pemerintah belum memahami kondisi ini, kita juga membicarakan hal ini belum kena. Apakah harus Joe Biden?" tutur Heri.
Simak Video "Blak-blakan Dr Heri Andreas, Pekalongan & Semarang Lebih Dulu Tenggelam"
(bnl/ddn)