Cerita Kerbau Bule Keraton Solo yang Dianggap Keramat

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Cerita Kerbau Bule Keraton Solo yang Dianggap Keramat

Tim - detikTravel
Selasa, 10 Agu 2021 14:40 WIB
Perawatan kandang serta memantau kesehatan kerbau menjadi tugas utama para abdi dalem. Aktivitas tersebut dilakukan jelang kirab Pusaka Malam 1 Suro.
Kerbau Bule Keraton Solo (Agung Mardika/detikcom)
Solo -

Seekor kerbau bule di Solo menjadi sorotan. Kerbau ini dianggap keramat dan dipelihara oleh Keraton Solo.

Cerita ini tersiar ketika kerbau bule bernama Nyai Manis Sepuh itu mati pada Rabu (11/11) pagi. Keraton Kasunan Surakrta meyakini bahwa kerbau bule tersebut keturunan Nyai Slamet.

Ada cerita menarik di balik kekeramatan Nyai Manis Sepuh. Budayawan Keraton Kasunanan Surakarta, KGPH Puger, mengatakan sejarah kerbau tersebut bermula sejak Kerajaan Demak.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat itu, sedang terjadi wabah atau pandemi, mirip dengan keadaan sekarang. Petinggi kerajaan dengan para wali kemudian mencari solusi untuk menghentikan wabah. Akhirnya mereka sepakat untuk mengorbankan kerbau.

"Ini diambil dari kisah perang Baratayudha ketika Yudhistira diperintahkan Bathara Guru mengorbankan kuda untuk bersih-bersih, sedangkan di Demak diputuskan kerbau," kata Puger saat dihubungi detikcom,

ADVERTISEMENT

Mengorbankan kerbau disebut sebagai tradisi mahesa lawung dan masih dilakukan hingga saat ini. Sejak saat itu kerbau menjadi peliharan turun-temurun di keraton.

"Jadi turun-temurun sejak Demak sampai Surakarta. Selain itu, kerbau ini juga diberi oleh Bupati Ponorogo pada saat berdirinya Surakarta dan terus dipelihara sampai sekarang," ujar dia.

Kerbau berwarna putih ini selalu berada pada barisan terdepan saat kirab pusaka malam 1 Sura. Puger mengatakan hal tersebut juga terkait dengan sejarah masa Demak.

"Karena kerbau saat itu telah dikorbankan sehingga wabah berakhir, maka setiap malam 1 Sura ikut dikirab bersama pusaka. Ini berarti doa agar selalu selamat," ujarnya.

Masyarakat pun menganggap Kebo Kyai Slamet sebagai kerbau keramat. Bahkan sesaat setelah kerbau lewat dalam kirab malam 1 Sura, sebagian masyarakat menyimpan kotoran kerbau untuk dibawa pulang.

Terutama warga masyarakat yang hidup dari bercocok tanam, kotoran kerbau itu digunakan sebagai pupuk. Diyakini tanaman mereka dapat tumbuh subur.

Kerbau bule keramat itu di beri makan sehari dua kali, yakni dengan ketela dan jagung. Setiap harinya warga juga ikut memberi makan sayuran. Kandang kerbau pun seakan jadi tempat wisata bagi warga sekitar.

Kembali ke Nyai Sepuh Manis, kerbau ini mati karena sakit radang lambung. Kerbau dikuburkan dengan tradisi keraton, yakni dimandikan, dikafani, hingga didoakan.

Dengan matinya kerbau tersebut, kini jumlah kerbau bule Keraton Solo menjadi 21 ekor. Mereka dipisah dalam tiga kandang di Alun-alun Kidul.




(bnl/bnl)

Hide Ads