Desa Nglanggeran di Kalurahan Nglanggeran, Kapanewon Patuk, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta masuk jajaran Best Tourism Village 2021 dari UNWTO. Dulunya lahan yang gersang dan tandus.
Pengelola Desa Wisata Nglanggeran Sugeng Handoko menjelaskan bahwa semua itu diawali keresahan warga karena gunung batu yang gundul dan gersang. Warga secara kompak menanam pohon-pohon di antara bongkahan-bongkahan batu pencakar langit itu pada tahun 1999.
Dengan berbagai kegiatan aktif dilakukan oleh kelompok pemuda dan masyarakat, selanjutnya pemerintah Desa Nglanggeran mempercayakan pengelolaan lahan seluas 48 hektare untuk dikelola pemuda Karang Taruna Bukit Putra Mandiri. Itu tertuang dalam SK Kepala Desa Nglanggeran No.05/KPTS/1999 tertanggal Desa 12 Mei 1999.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Delapan tahun berselang, barulah muncul ide untuk mengembangkan kawasan Gunung Api Purba menjadi kawasan ekowisata oleh Kelompok Pemuda Karang Taruna Desa Nglanggeran. Itu seiring dengan semakin hijaunya kawasan tersebut.
Beragam aktivitas di Desa Nglaggeran dilirik oleh Dinas Budaya dan Pariwisata Gunungkidul. Dalma prosesnya desa itu mendapatkan dukungan dari Dinas Budpar Gunungkidul melalui promosi (FAM Tour) di tahun 2007.
![]() |
"Kegiatan konservasi tahun 1999 oleh senior kami di karang taruna. Kemudian, mulai pengembangan desa wisata tahun 2007, atau setelah erupsi Merapi tahun 2006," katanya kepada detikcom, Jumat (3/12/2021).
Seiring dengan peningkatan kapasitas SDM pemuda Nglanggeran yang melakukan studi dan juga mengenal teknologi, promosi menggunakan media teknologi informasi sangat mendukung dalam pengenalan Gunung Api Purba menjadi kawasan wisata.
Lebih lanjut, sebelum tahun 2007 terjadi kevakuman pengelolaan setelah terjadi gempa 26 Mei 2006 hingga di tahun 2007. Setelah itu, karang taruna mulai lagi muncul kepermukaan untuk melakukan pengelolaan kawasan wisata dengan pendampingan dari Dinas Budpar Gunungkidul sejak tahun 2007.
"Lalu dibuatlah sebuah lembaga BPDW (Badan Pengelola Desa Wisata) yang melibatkan dari seluruh komponen masyarakat dari Ibu PKK, kelompok tani, pemerintah desa, dan juga pemuda karang taruna," kata dia.
Setelah terbentuk BPDW disepakati dan ditetapkan pengelola teknis lapangan kawasan ekowisata Gunung Api Purba adalah pemuda-pemudi karang taruna. Dengan mendapatkan beberapa pelatihan dari Dinas Budpar Gunungkidul dan Dinas Pariwisata DIY serta adanya beberapa SDM dari pengurus yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi, perkembangan wisata di Desa Nglanggeran makin sip.
![]() |
Untuk mewujudkan semua itu, Sugeng bilang banyak tantangan. Misalnya, dalam mengedukasi masyarakat agar mau bersama-sama atau setidaknya mendukung Desa Nglanggeran menjadi desa wisata.
"Kalau pertama tantangan awal dulu membangun mimpi bersama, merubah mindset dan termasuk melakukan edukasi bahwa kita itu punya potensi dan menyadarkannya, itu tidak mudah," katanya.
Halaman selanjutnya >>> Tantangan Desa Nglanggeran Menjadi Ekowisata: Dulu Kering dan Tandus, Namanya Susah Diucapkan
Saksikan juga: 'Perjuangan Niko, Pria Asal Jakarta Menjadi Insinyur Tesla'
Kawasan Ekowisata Gunung Api Purba memiliki luas 48 hektare. Adapun wilayah Desa Nglanggeran memiliki luas 762,0990 hektare. Sebagian besar lahan besar digunakan untuk lahan pertanian, perkebunan, ladang dan pekarangan. Pola pemilikan tanah tersebut didominasi oleh tanah kas desa.
"Kedua, mendapatkan kepercayaan karena yang menggerakkan teman-teman pemuda sehingga harus membuktikan meyakinkan dulu kalau kita bisa. Ketiga tantangannya mengenalkan desa yang berada di daerah konotasinya kering, tandus, dan tidak ada daya tarik wisatanya," kata Sugeng.
Namun, seiring berjalannya waktu, masyarakat mulai percaya dan mendukung pihaknya untuk mengembangkan Desa Wisata. Bahkan, berujung sampai hari ini hingga meraih Best Tourism Village 2021 dari UNWTO.
"Dulu orang menyebut Nglanggeran saja susah, nulis sering salah. Itu menjadi tantangan kami untuk mem-branding dan itu perlu proses. Tidak hitungan bulan tahun tapi cukup lama. Tapi dengan menikmati proses dan berkolaborasi, belajar inshaallah kita bisa sampai di titik ini," ujarnya.
Selain itu, saat ini ada ratusan orang yang terlibat dalam pengelolaan Desa Wisata Nglanggeran. Sedangkan dampaknya, kata Sugeng, sudah dirasakan sekitar 700 orang.
"Kalau tim pengelola kami total ada 154 orang. Kemudian, kalau masyarakat yang terlibat dan merasakan manfaatnya lebih dari 700 orang, karena ada yang kelompok homestay, kelompok peternak, ada yang kelompok kuliner hingga kelompok batik," kata dia.
![]() |
Sugeng menambahkan, saat ini Nglanggeran memiliki program unggulan yakni live in atau menawarkan hidup beberapa hari di kawasan Desa Wisata Nglanggeran. Menurutnya, program tersebut sangat digandrungi masyarakat yang tinggal di Kota.
"Program unggulan kami live in, jadi orang tinggal di desa, rata-rata orang-orang tinggal di kota atau anak sekolah belajar tentang kearifan lokal, kehidupan masyarakat, kemandirian, kerja keras. Itu ada workshop perharinya," katanya.
"Kami punya paket live in dari dua hari satu malam sampai 10 hari sembilan malam. Jadi, masing-masing waktunya per hari berinteraksi dengan masyarakat," kata Sugeng.

Komentar Terbanyak
PHRI Bali: Kafe-Resto Putar Suara Burung Tetap Harus Bayar Royalti
Traveler Muslim Tak Sengaja Makan Babi di Penerbangan, Salah Awak Kabin
Kronologi Penumpang Lion Air Marah-marah dan Berteriak Ada Bom