2.000 Tahun Pembentukan Es di Gunung Everest, Cairnya 25 Tahun

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

2.000 Tahun Pembentukan Es di Gunung Everest, Cairnya 25 Tahun

Ahmad Masaul Khoiri - detikTravel
Sabtu, 05 Feb 2022 15:05 WIB
Gunung tertinggi di dunia, Gunung Everest, tercatat bertambah tinggi 86 centimeter dibanding sebelumnya.
Gunung Everest (Foto: AP Photo)
Kathmandu -

Gunung Everest di dunia kehilangan gletser selama beberapa dekade karena perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia. Sebuah studi terbaru menunjukkannya.

Temuan ini menjadi peringatan bahwa mencairnya gletser secara cepat di beberapa titik tertinggi di Bumi dapat membawa dampak lanjutan. Contoh, akan lebih sering terjadi longsor dan keringnya sumber air yang menjadi sandaran sekitar 1,6 miliar orang di pegunungan untuk minum, irigasi, dan tenaga air.

Es yang membutuhkan waktu sekitar 2.000 tahun untuk terbentuk di Gletser Col Selatan telah mencair dalam waktu sekitar 25 tahun. Artinya, volume gletser telah menipis sekitar 80 kali lebih cepat daripada pembentukannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perhatian mencairnya gletser di titik tertinggi planet ini baru sedikit, kata ujar para peneliti yang diterbitkan Nature Portfolio Journal Climate and Atmospheric Science.

Sebuah tim ilmuwan dan pendaki, termasuk enam di antaranya dari Universitas Maine, mengunjungi gletser pada 2019 dan mengumpulkan sampel dari inti es sepanjang 10 meter.

ADVERTISEMENT

Mereka juga memasang dua stasiun cuaca otomatis tertinggi di dunia untuk mengumpulkan data dan menjawab pertanyaan: Apakah gletser yang paling tidak terjangkau di Bumi terkena dampak perubahan iklim terkait manusia?

"Jawabannya adalah ya, dan sangat signifikan sejak akhir 1990-an," kata Paul Mayewski, pemimpin ekspedisi dan direktur Institut Perubahan Iklim di Universitas Maine.

Para peneliti mengatakan bahwa temuan itu tidak hanya menegaskan bahwa perubahan iklim yang bersumber dari manusia mencapai titik tertinggi di Bumi, tetapi juga mengganggu keseimbangan secara kritis pada permukaan yang tertutup salju.

Penelitian menunjukkan bahwa begitu es gletser tersingkap, ia kehilangan sekitar 55 meter es dalam seperempat abad. Para peneliti mencatat bahwa gletser telah berubah dari yang terdiri dari tumpukan salju menjadi sebagian besar es.

Perubahan itu dimulai pada awal 1950-an. Tetapi hilangnya es paling parah sejak akhir 1990-an.

Transformasi menjadi es ini berarti gletser tidak dapat lagi memantulkan radiasi dari matahari, membuatnya mencair lebih cepat.

Simulasi model menunjukkan bahwa karena paparan ekstrim terhadap radiasi matahari, pencairan atau penguapan di wilayah ini dipercepat dengan faktor lebih dari 20 kali, setelah lapisan salju berubah menjadi es. Penurunan tingkat kelembaban relatif dan angin kencang juga merupakan faktor.

Selain semua dampak pada mereka yang bergantung pada air dari gletser, tingkat pencairan saat ini juga akan membuat ekspedisi di Gunung Everest lebih menantang, karena lapisan salju dan es semakin menipis selama beberapa dekade mendatang.

"Beruang kutub telah menjadi simbol ikonik untuk pemanasan Arktik dan hilangnya es laut," kata Mayewski.

"Kami berharap apa yang terjadi di puncak Everest akan menjadi seruan dan demonstrasi ikonik lainnya," imbuh dia.

Ekspedisi 2019 mendapat tiga Rekor Dunia Guinness: Inti es ketinggian tertinggi yang diambil pada 8.020 meter, mikroplastik ketinggian tertinggi yang ditemukan di darat, yang kemungkinan berasal dari pakaian atau tenda, ditemukan pada 8.440 meter; dan stasiun cuaca ketinggian tertinggi di darat, dipasang di "Balkon", sebuah punggung bukit yang terletak 8.430 meter di atas permukaan laut.

Stasiun ini adalah yang pertama dipasang di kawasan yang dikenal sebagai "zona kematian" karena kondisi pendakiannya yang berbahaya. Itu adalah zona di atas 8.000 meter di mana tidak ada cukup oksigen untuk menopang kehidupan.




(msl/ddn)

Hide Ads