Kampung warna-warni Jodipan, Malang kini sepi wisatawan. Efeknya begitu dirasakan oleh para pelaku wisata di sana.
Minimnya kunjungan wisatawan ke Kampung Warna Warni Jodipan (KWJ) Kota Malang turut berimbas pada perekonomian warga setempat. Ekonomi warga pun lumpuh hingga mati.
Karena sebagian besar warga bergantung dengan membuka warung makanan, minuman ataupun oleh-oleh di KWJ.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelum pandemi COVID-19, hampir setiap rumah warga di KWJ menjadi warung makanan, minuman ataupun oleh-oleh.
Perputaran uang pun terjadi waktu itu. Penjual yang sebagian besar ibu-ibu itu bahagia. Mereka punya tambahan uang untuk kebutuhan keluarganya.
![]() |
Namun, saat ini warung-warung milik sebagian besar warga memilih tutup. Hanya ada etalase yang menampakkan oleh-oleh, namun pintunya tertutup.
"Keluhan mereka ya itu mas pengunjung sepi itu jualan kulak, tapi yang beli nggak ada. Akhirnya tutup," kata Ketua RW 02 Kelurahan Jodipan, sekaligus Ketua Pengurus KWJ, Sony Parin.
Namun, ada saja warung yang nekat buka dan bertahan meski sepi pengunjung. Seperti milik Siti Aminah, ia tetap membuka tokonya untuk menambah biaya sehari-hari keluarganya.
"Dapatnya nggak begitu banyak, hanya muter. Jika barang habis langsung untuk kulakan," tuturnya terpisah.
Siti mengaku tetap membuka warungnya yang dibangun sejak hadirnya KWJ, karena banyak titipan barang dagangan dari orang lain.
"Lah ini es krim nitip saya. Terus banyak lagi kayak jajan-jajan itu ya titip saya. Jadi saya tetap buka," ungkapnya.
![]() |
Siti kini hanya bisa berharap pembelian dari warga sekitar saja yang membeli rokok, ataupun sekadar membeli es krim hingga kebutuhan sembako.
"Perbandingannya ya mas. Waktu dulu itu saya bisa dapat Rp 150 ribu sampai Rp 300 ribu bisa. Sekarang Rp 50 ribu itu bagus," akunya.
Memang, KWJ sempat ditutup sementara di tengah kasus yang kian melonjak. Lalu pada akhir 2021, KWJ kembali dibuka untuk wisatawan. Namun kini wisatawan di sana sepi.
Sebelum pandemi COVID-19, wisatawan bisa mencapai 200-300 setiap harinya. Tetapi usai dibuka kembali, pengunjungnya merosot hingga 20-30 orang saja.
Sementara itu, untuk oleh-oleh seperti kaos dan gantungan kunci hingga tongkat selfie kini dijualnya dengan harga murah. Ia rela tidak mendapat keuntungan.
"Saya modalnya kaos itu khas KWJ saya modalnya per kaos Rp 55 ribu sekarang kalau ada yang beli Rp 55 ribu saya lepas," tegasnya.
Sayangnya oleh-oleh tersebut tidak berkurang. Masih berjejer rapi. Bahkan untuk beberapa peralatan handphone yang dijualnya kini berdebu. "Tapi kalau ada yang beli saya bersihkan," pungkas dia.
***
Artikel ini telah tayang di detikJatim. Untuk informasi dan berita seputar Surabaya, Malang, dan daerah-daerah lain di Jatim, klik di sini.
(msl/msl)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum