Sulitnya Urus Cagar Budaya di Semarang: Manual Banget dan Berkasnya Banyak

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Sulitnya Urus Cagar Budaya di Semarang: Manual Banget dan Berkasnya Banyak

bonauli - detikTravel
Kamis, 14 Apr 2022 07:35 WIB
Dharma Boutique Roastery bangunan cagar budaya
Bangunan cagar budaya di Semarang (Bonauli/detikcom)
Semarang -

Bangunan cagar budaya sudah selayaknya mendapat perhatian dari pemerintah. Tapi, ternyata mengurus bangunan cagar budaya di Indonesia, bukan main ribetnya.

Widayat Basuki Dharmowiyono adalah pemilik dari kedai kopi Dharma Boutique Roastery. Kedai kopinya terbilang baru, namun bangunan dari kedai dan rumahnya adalah cagar budaya.

Di bagian belakang rumahnya terdapat pabrik penggilingan kopi Margo Redjo. Margo Redjo dibangun oleh Tan Tiong Ie, kakek dari Basuki pada tahun 1915.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Rumah ini aslinya milik canggah saya (kakek dari Tan Tiong Ie)," ujarnya.

Dharma Boutique Roastery bangunan cagar budayaBasuki memperlihatkan lampiran bukti bangunan cagar budaya Foto: (Bonauli/detikcom)

Melihat dari kepemilikan dan gaya bangunan, rumah tersebut masuk dalam cagar budaya. Rumah tersebut memiliki gaya neo klasik dan direnovasi tahun 1926 oleh Lim Bwan Tjie, arsitek ternama saat itu.

ADVERTISEMENT

"Rumah ini nomor 12, sementara pabrik dan Dharma Boutique Roastery berada di nomor 14," kata Basuki.

Sebagai pemilik bangunan cagar budaya, Basuki mencurahkan isi hatinya pada detikTravel.

"Situs seperti rumah ini masih kurang diperhatikan oleh pemerintah. Padahal itu penting," katanya.

Basuki bercerita tentang pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) setiap tahunnya. Katanya setiap bangunan cagar budaya diberi insentif dalam dua cara yaitu pemotongan pajak bangunan dan bantuan materi.

Dharma Boutique Roastery bangunan cagar budayaSK Bukti bangunan cagar budaya Foto: (Bonauli/detikcom)

"Pembayaran pajak bangunan cagar budaya tidak by sistem. Jadi, setiap mau bayar harus melampirkan fotocopy SK," ucap Basuki seraya menunjukkan kertas-kertas yang ditandatangani oleh wali kota Semarang.

SK tersebut berisi pengakuan bahwa rumah dari Basuki adalah sah di mata hukum sebagai bangunan cagar budaya. Sehingga mendapat hak untuk menerima pengurangan pajak bangunan sebanyak 50 persen.

Menurut penuturan Basuki, jika dirinya tidak bisa menunjukkan kertas ini, pembayaran pajak bangunan harus penuh. Ini jelas merugikan pemilik bangunan cagar budaya. Bayangkan jika tidak menunjukkan lampiran pengurangan ini, uangnya akan jadi milik mereka. Pemotongankan harusnya sudah dimasukkan ke dalam sistem," dia menjelaskan.

Cara kedua adalah dengan bantuan materi. Jenis ini diakui lebih menguntungkan buat pemkot.

Dharma Boutique Roastery bangunan cagar budayaLampiran pengurangan pajak bangunan cagar budaya Foto: (Bonauli/detikcom)

"Kalau bantuan materi kan bisa dikurangi oleh oknum. Sementara kalau pajakkan langsung masuk ke dalam sistem jumlahnya," ceritanya.

Satu pengalaman yang tak terlupakan adalah ketika kedai kopinya muncul di laman Instagram walikota Semarang, tiba-tiba saja ada petugas dinas yang datang ke sana.

"Ada orang ngakunya dari Bapenda. Ditanya sama pegawai sini, tahu dari mana tentang tempat ini, katanya dari foto Instagram pak wali kota. Mereka ngasih surat, terus langsung salah tingkah. Ini meres namanya," kata Basuki.

Setelah itu dirinya langsung lapor ke lurah. Jika hal ini terjadi lagi, Basuki diberi saran untuk meminta surat pengantar dari kelurahan.

"Ini tanda pemerintah tidak serius," kata dia.




(bnl/fem)

Hide Ads