Dunia pariwisata memang sudah kembali bergejolak menuju normal. Namun, banyak destinasi khususnya di Asia yang berjuang kembali seperti dulu.
Banyak destinasi dunia telah menerima kembali wisatawan asing untuk datang ke rumah mereka dengan pembatasan dan syarat tertentu. Penerbangan pun penuh, bandara dipadati turis dan hotel-hotel kembali terisi.
Namun saat ini, pemandangan pariwisata yang melonjak tinggi itu terjadi di AS dan Eropa, sangat berbeda dengan Asia Tenggara. Banyak destinasi wisata berjuang lebih keras untuk bisa kembali seperti dulu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beberapa cerita kecil ini menggambarkan bagaimana untuk bisa kembali seperti dulu membutuhkan waktu. Houch Yen, seorang pemandu wisata di Angkor Wat, Kamboja sudah rindu memandu turis di ikonnya wisata Kamboja ini.
Dia adalah pemandu turis berbahasa Spanyol. Karena Covid-19, memaksa dia untuk pulang kampung halamannya di provinsi Kompong Cham, lima jam perjalanan jauhnya dari kota, di mana ia sekarang bekerja sebagai guru. Tapi dia masih bermimpi untuk kembali ke pekerjaannya sebagai pemandu.
"Saya menghubungi teman saya yang tinggal di Siem Reap untuk menanyakan tentang pariwisata setiap hari. Dia masih memberi tahu saya bahwa itu tidak berjalan dengan baik. Ada turis namun terbatas, tidak seperti sebelumnya," kata Yen seperti yang dilansir dari TIME, Senin (22/8/2022).
![]() |
Angkor Wat adalah salah satu destinasi populer yang dikunjungi jutaan wisatawan dunia. Kamboja berharap dapat meraih 1 juta pengunjung tahun ini, dimana mereka dulunya dikunjungi lebih 7 juta wisatawan.
Walau orang telah ramai berlibur di Eropa atau Las Vegas, Angkor Wat sepertinya tidak merasakan apa-apa imbas dari gejolak pariwisata. Mereka tetap sepi pengunjung.
Nuansa yang sama juga terjadi di pantai ikoniknya Filipina, yaitu Pantai Boracay. Saat ini masih bisa dihitung berapa turis asing yang datang ke pantai tersebut.
Keluhan juga diungkapkan oleh operator perahu wisata di Phi Phi, pulau Thailand yang menjadi terkenal di dunia karena film Hollywood The Beach (2000). Mereka mengeluh bahwa jumlah pengunjung bahkan tidak setengah dari tingkat sebelum pandemi.
Di Phuket dan Bangkok, pemandu dan pengemudi mengatakan kepada TIME bahwa mereka tidak memiliki penghasilan selama lebih dari dua tahun.
Tidak jauh berbeda, kondisi serupa juga dialami tur Ferry paling terkenal di Hong Kong yaitu Star Ferrry. Mereka terancam bangkrut karena tidak adanya penumpang.
![]() |
Jepang, negara favorit dunia untuk liburan yang biasanya menyambut 30 juta wisatawan (pada tahun 2019) tahun ini khususnya bulan Juni-Juli hanya menerima 1.500 wisatawan saja dengan aturan ketat.
Pada bulan April, instruktur selam dan staf hotel di Palau mengatakan kepada TIME bahwa turis, yang menyumbang hampir 50% dari PDB negara Pasifik sebelum pandemi, belum kembali dalam jumlah yang berarti.
Beigtu pula dengan Palau, negara di Oseania yang 50% pendapatan negaranya dari pariwisata mengeluhkan jika turis yang datang belum memberikan dampak yang berarti.
(sym/sym)
Komentar Terbanyak
Bandung Juara Kota Macet di Indonesia, MTI: Angkot Buruk, Perumahan Amburadul
Prabowo Mau Borong 50 Boeing 777, Berapa Harga per Unit?
Prabowo Mau Beli 50 Pesawat Boeing dari Trump: Kita Perlu Membesarkan Garuda