Laut Indonesia sudah lama jadi primadona menyelam dunia. Tapi sayang, kehidupan warga pesisir tak seindah surga bawah lautnya.
Nama perairan Indonesia sudah sering jadi juara untuk tempat diving internasional. Keindahan terumbu karang, ragam species ikan dan situs berupa wreck tersebar di perairan Indonesia.
Indonesia juga sudah mampu memiliki pameran diving terbesar Asia yaitu Deep and Extreme (DXI). Tahun ini Deep and Extreme kembali hadir dengan mengusung tema safety yang jadi bagian dari CHSE di masa pandemi.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno turut hadir dalam pembukaan pameran DXI 2022. Dalam sambutannya, Sandiaga tak henti-hentinya memuji keindahan bawah laut Indonesia yang kerap mendapat penghargaan dunia.
Di balik semua puja dan puji, masih ada elegi bagi warga pesisir. Kenyataannya, kehidupan warga sekitar pesisir berbanding terbalik dengan keindahan bawah lautnya.
Sandiaga bercerita bahwa dirinya baru saja melakukan kunjungan dari Pahawang di Lampung. Karena kunjungannya, Pahawang kini sudah bisa menikmati terang saat malam.
"Pahawang tadinya tidak ada listrik," ucap Sandiaga di Jakarta Convention Center (JCC) Hall C, Senayan, Kamis (1/9).
Di balik cahaya popularitas dan label wisata selam, ada kerusakan terumbu karang yang mengancam. Sebut saja, Taman Laut Bunaken.
Di eranya, Taman Nasional Bunaken jadi bintang paling terang dibandingkan taman nasional lainnya. Keindahan bawah lautnya menggema dengan sendirinya.
Tapi coba lihat kehidupan warganya. Pulau Bunaken masih tidak bisa menikmati listrik 24 jam dan tidak ada air bersih sampai saat ini. Karang-karangnya pun tak terhindar dari bleaching dan kematian.
"Untuk itu ada desa wisata bahari yang berintergarasi. Dari kabupaten kami minta untuk ketersediaan infrastruktur. Kami pastikan juga pentingnya kesadaran untuk menjaga keberlanjutan eksplorasi karang. Ini butuh teman-teman dari NGO dan komunitas untuk aktif berkontribusi dalam menjaga semangat lingkungan kita," jawab Menparekraf.
Simak Video "Video: Momen Liburan Sandiaga di AS Setelah Tak Lagi Jadi Menparekraf"
(bnl/bnl)