Tradisi Gelap Afghanistan, Bocah Lelaki Jadi Budak Seks Pria Dewasa

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Tradisi Gelap Afghanistan, Bocah Lelaki Jadi Budak Seks Pria Dewasa

Putu Intan - detikTravel
Jumat, 09 Sep 2022 07:12 WIB
URUZGAN PROVINCE, AFGHANISTAN - JANUARY:   Afghan men perform the Bazi dance to a group of policemen in Charchino in Uruzgan province, Afghanistan, January 27, 2013. The performance is based upon the Bacha Boy dances that were common during the Taliban reign when Bacha Boys were prostituted to wealthy men and made to perform. (Photo by Kate Geraghty/The Sydney Morning Herald/Fairfax Media via Getty Images via Getty Images).
Foto: Fairfax Media via Getty Images/The Sydney Morning Herald
Jakarta -

Afghanistan selama ini dikenal sebagai negara konflik. Rupanya, di sana juga ada praktik gelap yang melibatkan kekerasan seksual pada anak laki-laki.

Afghanistan mengenal sebuah tradisi yang disebut bacha bazi. Secara harfiah, bacha bazi berarti anak laki-laki menari. Praktik bacha bazi ini merupakan budaya menjadikan anak atau remaja laki-laki sebagai penghibur pria dewasa.

Para bacha bazi akan bernyanyi dan menari menggunakan atribut dan dandanan seperti perempuan. Mereka tampil di pesta yang dihadiri pria-pria dewasa. Tak jarang, mereka juga dituntut melayani nafsu seksual para lelaki di pesta tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut penelitian dari AIHRC pada 2014, sebanyak 33 persen dari pelaku bacha bazi ini telah digunakan sebagai budak seks dan 31 persen mengatakan mereka harus menghibur pria dewasa terlebih dahulu sebelum menjadi pemuas nafsu.

Sementara itu, 58 persen dari mereka mengalami kekerasan dari pemiliknya. Mereka mengalami pemukulan, pengurungan, bahkan ancaman pembunuhan.

ADVERTISEMENT

Sebenarnya, praktik bacha bazi ini sudah ada sejak lama di Afghanistan. Budaya Afghanistan mengenal konsep yang berbunyi perempuan untuk memberikan keturunan dan anak laki-laki untuk kepuasan. Konsep ini sudah diturunkan dari generasi ke generasi.

URUZGAN PROVINCE, AFGHANISTAN - JANUARY:   Afghan men perform the Bazi dance to a group of policemen in Charchino in Uruzgan province, Afghanistan, January 27, 2013. The performance is based upon the Bacha Boy dances that were common during the Taliban reign when Bacha Boys were prostituted to wealthy men and made to perform. (Photo by Kate Geraghty/The Sydney Morning Herald/Fairfax Media via Getty Images via Getty Images).Bacha bazi. Foto: Fairfax Media via Getty Images/The Sydney Morning Herald

Menurut Winterdyk dalam bukunya berjudul Human Trafficking: Exploring The International Nature, Concerns, and Complexities, bacha bazi awalnya hanya ditemukan di masyarakat Pashtun di Afghanistan Utara.

Akan tetapi karena tekanan kepada pelaku bacha bazi, mereka kemudian menyebarkan budaya itu ke hampir seluruh Afghanistan. Selain itu, keberadaan praktik ini juga diakui masyarakat Afghanistan bahkan menjadi tolak ukur prestise bagi pria dewasa di Afghanistan.

Bacha bazi sendiri sempat dilarang ketika Taliban berkuasa pada 1996-2001. Namun, kembali muncul ketika Taliban runtuh.

Dilansir dari Reuters, pada 2017 pemerintah Afghanistan kembali melarang bacha bazi karena dikhawatirkan mendorong pelecehan seksual dan perbudakan anak laki-laki oleh pria yang lebih tua dan berkuasa.

Ulama Islam memimpin seruan agar tradisi berabad-abad itu dihentikan. Mereka juga mengatakan siapapun yang terlibat harus dirajam karena sodomi dilarang dalam hukum Islam.

"Tapi, bacha bazi terus terjadi dan merupakan pelanggaran berat hak asasi manusia," kata Direktur Eksekutif Organisasi Pengembangan dan Kesehatan Pemuda (YHDO) Abdul Rasheed.

"Menuntut para pelaku hampir tidak mungkin karena banyak yang posisinya berkuasa," dia menambahkan.

Pelecehan dan perdagangan anak laki-laki di Afghanistan marak terjadi pada 1990-an ketika perang Afghanistan terjadi. Kala itu, anak-anak dari pedesaan datang ke kota untuk mencari uang. Sayangnya, mereka malah rentan dilecehkan.

Kembali ke bacha bazi, orang Afghanistan cenderung menerima pria dewasa penikmat bacha bazi. Akan tetapi, perlakuan sebaliknya diberikan pada para bacha yang melakoni tradisi dan pekerjaan tersebut.

Mereka mendapatkan stigma buruk. Tak jarang keluarga bacha juga enggan menerima anak mereka kembali. Ini membuat kehidupan para anak laki-laki baik yang mengalami pelecehan maupun yang menjalankan bacha bazi sulit bersosialisasi di masyarakat.




(pin/fem)

Hide Ads