Kementerian Hukum dan HAM akan mengupayakan pembayaran Visa on Arrival (VoA) secara simultan untuk meningkatkan pengalaman layanan bagi wisatawan mancanegara. Subkoordinator Humas Ditjen Imigrasi, Achmad Nur Saleh menyampaikan bahwa Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly telah berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan agar proses pembayaran VoA lebih cepat dan ringkas.
Saat ini Imigrasi memberikan layanan Visa on Arrival sesuai dengan skema pembayaran yang diamanatkan oleh Kementerian Keuangan. Di sana disebutkan bahwa collecting agent (bank persepsi/pos persepsi/bank persepsi Valas/lembaga persepsi lain) dilarang mengenakan biaya atas transaksi setoran Penerimaan Negara kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor.
Di sisi lain, volume kedatangan Warga Negara Asing (WNA) subjek Visa on Arrival, baik turis maupun pelaku bisnis semakin tinggi. Dengan demikian, peningkatan sarana dan prasarana terutama dalam aspek pembayaran sangat diperlukan. Namun demikian, terdapat proses yang harus dijalani untuk menyediakan metode pembayaran baru.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Baik penggunaan mesin EDC (Electronic Data Capture) maupun transfer bank antarnegara menimbulkan biaya tambahan, sedangkan dalam aturan penarikan PNBP tidak boleh ada biaya tambahan. Ini yang sedang dikoordinasikan, agar pembayaran VoA bisa lebih mudah lagi," ungkap Ahmad.
Selanjutnya, Kementerian Keuangan menyambut baik inisiasi Imigrasi dan diskusi intens sedang dilakukan. Kedua belah pihak saat ini sedang mempersiapkan implementasi skema pembayaran baru untuk Visa on Arrival.
"Sebagai fasilitator pembangunan nasional, kami berupaya sedapat mungkin agar layanan dan fungsi pengawasan semakin optimal. Harapannya bisa segera, sesuai dengan arahan Presiden," tutupnya.
Sebelumnya, Sekjan Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA), M Rachmad mengeluhkan sistem pembayaran visa yang harus menggunakan Rupiah. Pembayaran ini harus menggunakan rupiah karena sistem e-Visa belum menerima mata uang asing sehingga terjadi kendala di bandara kedatangan. Padahal saat ini Imigrasi sudah menerbitkan layanan visa online/e-Visa.
"Calon wisatawan atau agen harus mencari Rupiah dulu. Kalau visa on arrival, harus antre di money changer di bandara sehingga menjadi antre," tutur M Rachmad.
Di Turki, kata Rachmad, visa dilakukan dengan menggunakan seluruh mata uang dari seluruh negara di dunia sehingga wisatawan datang berbondong-bondong ke Turki dan meraup pendapatan dari bisnis wisata dari pengurusan visa berkali-kali lipat dari Indonesia.
"Jadi calon wisatawan sambil ngopi di kafe atau tiduran bisa mengajukan visa ke Turki memakai kartu kredit atau pembayaran digital lain," ucap Rachmad.
Oleh sebab itu, M Rachmad berharap ada kebijakan lintas lembaga untuk makin mempercepat penerbitan visa sehingga menjadi mudah dan pelayanan cepat. Sebab, bisa mendongkrak pendapatan negara berkali-kali lipat.
"Salah satunya agar model pembayaran visa yang ramah dan fleksibel sebelum berangkat dan langsung bayar, tidak perlu antre," pungkas M Rachmad.
(sym/sym)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum