Rahasia Kelam Qatar, Demi 'Tuan Rumah Piala Dunia 2022'

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Rahasia Kelam Qatar, Demi 'Tuan Rumah Piala Dunia 2022'

bonauli - detikTravel
Senin, 21 Nov 2022 15:45 WIB
Soccer Football - FIFA World Cup Qatar 2022 Preview - Khalifa sports City, Doha, Qatar - October 5, 2022 General view of the Torch Hotel at Khalifa sports City ahead of the World Cup REUTERS/Hamad I Mohammed
Kota Doha di Qatar (Reuters/Hamad I Mohammed)
Lusail -

Piala Dunia Qatar 2022 kini sedang berlangsung di Qatar. Di balik kemegahan dan keindahan kotanya, ada ngeri yang menggantung soal korban pembangunan kota.

Dilansir dari The Sun, Qatar telah menghabiskan setidaknya USD 330 miliar untuk mempersiapkan diri menjadi tuan rumah piala dunia. Sebagian besar dana tersebut dihabiskan untuk Kota Lusail.

Lusail adalah kota terbesar kedua di Gulf State, dengan populasi 200 ribu penduduk. Kota ini dirombak habis-habisan agar pantas menyabet julukan 'Kota Masa Depan' yang diakui dunia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hotel pencakar langit, pulau buatan, dan distrik yang terhubung dengan kontrol iklim menjadi bagian dari Visi Nasional Qatar 2030. Tak lupa stadion baru yang berkapasitas 80 ribu penonton untuk gelaran Piala Dunia.

Dibalik kemegahan itu, ada data dari kelompok hak asasi manusia yang membuat mata terbelalak. Diperkirakan lebih dari 6.500 pekerja tewas di Qatar sejak Desember 2010, saat Qatar memenangkan hak untuk menggelar Piala Dunia.

ADVERTISEMENT

Qatar sendiri memiliki dua juta tenaga kerja migran yang datang dari Pakistan, Bangladesh, Nepal dan Filipina. Dikatakan bahwa mereka bekerja dengan upah rendah dalam kondisi panas terik.

Pekerja ini membangun taman hiburan, laguna, dua marina, dua lapangan golf, 22 hotel dan kawan perbelanjaan yang mewah di Lusail.

Human Rights Watch menyusun laporan yang merinci bagaimana pekerja migran diduga dieksploitasi menggunakan Sistem Kafala atau kerja paksa.

Sistem Kafala mengikat visa pekerja kepada pemberi kerja yang menjadi sponsor dan bertanggung jawab atas status hukum pekerja.

Terkadang meeka dipaksa dibayar hanya USD 4 ribu untuk mendapatkan pekerjaan. Belum bekerja saja, mereka sudah disuruh mengeluarkan uang, tak jarang yang menjual aset demi mendapatkan pekerjaan ini.

Namanya saja kerja paksa, para pekerja tidak dapat meninggalkan pekerjaan mereka. Kalau kabur akan kena tindak pidana di Qatar.

"Penelitian [kami] telah menunjukkan bahwa undang-undang dan kebijakan yang kejam, tekanan waktu, dan upaya untuk membendung biaya yang sangat tinggi, telah mengakibatkan pelanggaran terhadap pekerja migran, termasuk bekerja dalam kondisi yang mengancam jiwa, upah rendah atau biaya perekrutan ilegal," ujar kelompok hak asasi dalam pengajuan ke parlemen Eropa.

"Ketika FIFA bersiap untuk meraup pendapatan miliaran dari sponsor dan penyiar, banyak keluarga pekerja migran masih berduka atas kematian orang yang mereka cintai dan berjuang untuk memberi makan anak-anak mereka atau melunasi pinjaman yang diambil orang yang mereka cintai untuk membayar biaya rekrutmen Piala Dunia ilegal."

Hingga kini Qatar membantah semua tuduhan.




(bnl/bnl)

Hide Ads