Musik keroncong yang legendaris di Indonesia mendapatkan pengaruh dari bangsa Portugis. Konon, keroncong itu lahir di Kampung Portugis, Jakarta Utara.
Di sebagian literatur keroncong berasal dari sejenis musik Portugis yang dikenal dengan fado dan diperkenalkan oleh para pelaut serta budak kapal dari abad ke-16. Ada juga pendapat lain yang menyebutkan bahwa keroncong tidak berasal dari Portugis, tetapi berasal dari orang-orang Portugis yang tinggal di Kampung Tugu (dikenal juga Kampung Portugis) di Jakarta Utara.
Dulunya kampung ini seperti hutan dan jauh dari pusat kota sehingga membuat orang-orang Portugis yang tinggal di sini mencari hiburan dengan membuat alat musik yang sederhana dan berbunyi krencong krencong. Dari sana lah lagu keroncong dipercaya berasal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal tersebut seperti yang disampaikan Pengurus Wisata Kreatif Jakarta Ira Lathief yang kerap mengadakan tur ke Kampung Tugu.
"Di sini kan dulu dekat dengan hutan, jauh dari mana-mana, terus mereka kan secara kultur karena mereka orang-orang keturunan Portugis ya. Kan suka pesta, suka nyanyi, mereka menghibur diri dengan cara nyanyi-nyanyi," kata Ira kepada detikcom, Minggu (8/1/2023).
"Karena mereka ingin menghibur diri, terus akhirnya mereka membuat alat musik dari kayu-kayu di hutan. Dari alat musik itu kan terus mereka crong..crong...crong, nah itu yang jadi asal usul nama keroncong. Jadi nama keroncong itu asalnya dari situ," jelas Ira.
"Kalau sekarang kita mengenal kata keroncong itu menjadi musik nasional ya, dan itu berawal dari sini. Mungkin masih ingat buku sejarah pada zaman kita sekolah, katanya musik keroncong itu ada pengaruh dari Portugis. Sebenarnya tidak sepenuhnya benar, tidak sepenuhnya salah. Karena kalau kita pergi ke Portugis, nggak ada namanya musik keroncong. Nggak ada sama sekali," ia menambahkan.
Dengan kata lain, Ira menegaskan bahwa musik keroncong berasal dari Kampung Tugu. Orang-orang keturunan Portugis di sini yang menyusun musik keroncong hingga jadi alunan indah seperti yang sekarang kerap kita dengar.
Terlepas dari latar belakang sejarah tersebut, perjuangan orang keturunan Portugis dari generasi ke-10 yakni Andre Michiels dan Arthur Michiels yang masih melestarikan budaya keroncong patut diapresiasi. Mereka hingga saat ini masih aktif dalam orkes Krontjong Toegoe hingga bahkan pernah menyabet penghargaan dalam ajang AMI Awards.
Dirinya menyebutkan terdapat perbedaan yang menjadi ciri khas Krontjong Toegoe dengan keroncong di Indonesia pada umumnya.
"Kalau keroncong tugu memang kita mengusung gaya mula-mula keroncong di Indonesia. Kita tidak terpengaruh oleh alat-alat musik tradisional, jadi apa yang kita mainkan sejak dulu hingga kini kita pertahankan," Andre Michiels menjelaskan ketika ditemui dalam acara Mandi-mandi.
Selain itu dirinya pun menambahkan yang unik dari keroncong yang mereka mainkan. Bila dibandingkan dengan keroncong di tempat lain, beat keroncong di sini lebih cepat.
"Kalau dari dulu kita menjadi musik pengiring pesta, jadi dia punya beat jauh lebih cepat dari gaya Solo atau Jogja," ucap Andre.
Dirinya pun menceritakan kesulitan untuk menurunkan budaya keroncong ke generasi muda. Meskipun begitu, dirinya memiliki caranya sendiri agar kesenian ini tetap lestari.
"Saya mulai dari skrup paling kecil, yaitu melalui anak saya, keponakan, anak adik saya atau anak kakak saya, kita ajarkan itu. Kalau khusus anak saya mereka saya siapkan dengan sekolah musik," katanya.
"Memang nggak gampang untuk memberikan mereka pengertian kalo kita mesti melestarikan musik keroncong. Kalau tidak dengan tangan besi, atau kita tidak paksa dia, kalo kita mengharapkan mereka dengan kesadaran sendiri akhirnya ya nggak sampe," Andre menjelaskan cara yang selama ini dirinya lakukan.
Selain itu, Kampung Portugis juga memiliki orkes keroncong lainnya yang tak kalah terkenal, yaitu Keroncong Tugu Cafrinho. Mereka menjadi pegiat serta pelestari sejarah eksistensi masyarakat Kampung Tugu di Indonesia.
(pin/pin)
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol
Tragedi Juliana di Rinjani, Pakar Brasil Soroti Lambatnya Proses Penyelamatan