Rica-rica dan Hikayat Cabai Bisa Masuk ke Indonesia

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Rica-rica dan Hikayat Cabai Bisa Masuk ke Indonesia

Hari Suroto - detikTravel
Rabu, 22 Feb 2023 12:03 WIB
Sambal dabu-dabu
Foto: Ilustrasi (iStock)
Minahasa -

Rica-rica adalah bumbu super pedas dari cabai khas Minahasa, Sulawesi Utara. Tapi tahukah kamu, hikayat cabai bisa sampai masuk ke Indonesia? Begini kisahnya:

Arti kata rica sendiri di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah cabai; lombok; masakan khas Manado yang bumbunya diberi cabai.

Dalam tradisinya, bagi orang Minahasa, stok cabai harus selalu tersedia di rumah, sehingga rica menjadi bumbu dapur pokok pada makanan suku Minahasa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Orang Minahasa akan merasa kurang kalau makanan yang disantapnya tidak pakai rica. Bagi orang Minahasa, kalau mereka tidak makan rica, maka tidak kenyang.

Istilah rica sendiri kemungkinan berasal dari bahasa Spanyol, rica yang berarti kaya. Istilah rica-rica juga ditemukan pada penutur bahasa Spanyol di San Pedro de Atacama, Chili yang berarti memberikan kesegaran yang lebih nyata.

ADVERTISEMENT

Istilah rica sendiri tidak ditemukan dalam bahasa Melayu. Dalam Bahasa Melayu, cabai rawit dikenal dengan nama cili padi atau lada mira.

Hikayat Cabai Masuk ke Indonesia

Alkisah, pada tahun 1502, pelayaran Atlantik keempat, membawa Christopher Columbus ke pantai Costa Rica, Amerika Tengah dimana dia tinggal selama 18 hari untuk memperbaiki kapalnya.

Hubungan dengan penduduk asli, orang Indian yang dahulu mendiami wilayah itu, terutama suku Chorotegas dan Borucas, menjadi cukup bersahabat, sehingga mereka membawakannya sejumlah barang emas dan bahan makanan, termasuk cabai.

Christopher Columbus pun membawa benih cabai ke Eropa. Dalam perkembangannya, para pelaut Spanyol kemudian membawa cabai sebagai bekal dalam setiap pelayarannya ke seluruh dunia. Dalam sejarahnya, Spanyol tiba di Sulawesi Utara pada tahun 1580.

Spanyol pun menjadikan Pulau Manado Tua sebagai tempat persinggahan untuk memperoleh air tawar. Dari Pulau Manado Tua, Spanyol masuk lebih dalam ke sekitar Danau Tondano.

Untuk memberi makan para budak dan pelautnya. Spanyol menanam berbagai palawija yang berasal dari Meso Amerika yaitu jagung, ubi jalar, singkong, tomat, ubi, pepaya dan cabai. Dari situlah, orang Minahasa mulai mengenal cabai rawit (Capsicum frutescens), yang kemudian mereka sebut dengan rica.

Sekitar Danau Tondano dan dataran tinggi Minahasa yang dingin, cabai tumbuh dan berkembang baik, cabai juga digemari orang-orang Minahasa yang tinggal di pegunungan yang relatif dingin.

Rica yang pedas membuat tubuh panas seusai menyantap makanan yang pedas. Tradisi makan cabai pun sampai di kawasan pesisir Manado dan Kema, Minahasa Utara, dimana orang-orang Spanyol bermukim. Interaksi antara Spanyol dan orang Minahasa, mencakup juga makanan pedas atau dalam logat setempat lazim diucap dengan pidis.

Cabai menegaskan bauran kultural dari hubungan dagang maupun sosial dan politik antara masyarakat Sulawesi Utara yang berada di dataran tinggi dan mereka yang tinggal di pesisir.

Cabai atau rica telah menjadi tradisi setempat, apalagi Ketika digabungkan dengan rempah-rempah lain seperti cengkeh, pala, jahe, bawang merah, serai, kunyit, kemangi dan daun jeruk. Makan kuliner pidis bagi orang Minahasa menjadi aktivitas yang melampaui urusan pemuas lapar.

Semakin banyak rica, bikin mulut mau terus tambah makan. Rasa pedas dan panas, tidak hanya menghangatkan badan, melainkan juga semangat. Penggunaan cabai yang berfungsi menguatkan rasa dan aroma pedas pada makanan Minahasa.

Rasa pedas cabai dapat menetralisir bau amis ikan atau menghilangkan aroma tanah dan hutan pada hewan buruan seperti kawok (tikus hutan ekor putih), ular piton, paniki (kelelawar) dan babi hutan.

Sebelum mengenal cabai, masakan Minahasa menggunakan jahe dan pala sebagai sumber rasa pedas. Rupanya masyarakat Minahasa lebih menyukai sensasi pedas cabai di banding jahe atau pala karena cabai lebih nyaman di lidah dan lambung.

Kehadiran rica memberi sensasi pedas dan panas yang menciptakan rasa hangat pada tubuh. Bagi orang Minahasa, rasa pidis rica pada makanan mengandung makna filosofis sebagai bentuk menerima hal-hal yang menyakitkan (pidis) dalam hidup.

-----

Artikel ini ditulis oleh Hari Suroto, Peneliti Arkeologi BRIN dan sudah disunting seperlunya oleh redaksi.




(wsw/wsw)

Hide Ads