Menjamurnya room cafe rupanya bikin pemerintah Korea Selatan pening. Sebabnya, tempat istirahat ini banyak digunakan remaja untuk aktivitas seksual.
Bila mendengar room cafe, mungkin traveler akan membayangkan tempat nongkrong yang menjual aneka makanan dan minuman. Namun, room cafe rupanya menawarkan fasilitas yang lebih dari itu.
Selain menjual kopi atau kue selayaknya kafe biasa, di sana juga disewakan ruangan untuk pengunjung beristirahat. Ruangannya ini mirip kamar hotel dengan ukuran yang lebih sempit.
Dalam ruangan berukuran sekitar 9 meter persegi, disediakan fasilitas kasur, TV, serta kamar mandi. Ruangan ini dapat disewa per jam. Biayanya sekitar 10.000 won atau sekitar Rp 117 ribu.
Dengan harga yang lebih murah daripada hotel, banyak orang pun memanfaatkan room cafe untuk bercengkrama bersama orang terdekat. Apalagi, untuk menyewa room cafe ini tidak ada batas minimal usia sehingga tempat ini populer bagi anak-anak sekolah.
Dilansir dari Korea Herald, Selasa (28/3/2023) room cafe ini umum ditemukan di lingkungan sekitar sekolah dan kampus. Hal ini membuat para remaja mudah mengakses room cafe.
Sayangnya, aturan bebas dan harga murah ini kerap digunakan remaja untuk aktivitas terlarang. Mereka biasanya menyewa room cafe bersama pasangan dan menyalurkan hasrat seksual.
"Begitu kamu datang ke sana, kamu tidak pernah tahu apa yang terjadi di dalam," kata seorang pelajar berusia 17 tahun yang sudah 2 kali menyewa room cafe untuk minum bir dan nonton film.
"Beberapa gadis lebih memilih datang ke sana jika ingin melakukan hal intim bersama pacar mereka secara bebas dan tanpa ketahuan," sambungnya.
Pemerintah nilai room cafe berbahaya
Menurut sebuah kolom yang ditulis seorang petugas polisi di media Chosun Ilbo, polisi sebenarnya sudah mengawasi praktik room cafe dan menemukan bahwa siswa sekolah berhubungan seks di sana. Hal itu secara gamblang diperbincangkan remaja di komunitas online.
Para siswa yang datang ke sana bukan hanya tingkat SMA. Ada juga pelanggannya yang merupakan siswa SMP. Menurut survei dari Kementerian Kesetaraan Gender tahun 2020, sebanyak 14 persen remaja mengatakan mereka pernah mengunjungi room cafe.
Pejabat Kementerian Kesetaraan Gender mengatakan, pemerintah khawatir dengan keberadaan room cafe karena bisnis itu memberikan fasilitas kamar dengan tempat tidur dan dapat dikunci. Tentunya hal tersebut menjadi lokasi yang dianggap remaja aman untuk berhubungan seks.
Sementara itu, pemerintah sendiri sudah mengkategorikan bisnis seperti ini tidak pantas untuk remaja sejak 2011. "Peraturan hukum telah ada sejak 2011, tetapi setiap kali timbul kontroversi, fasilitas mengubah nama mereka dan menggunakan metode yang bijaksana. Room Cafe tidak mudah ditindak karena toko semacam itu terdaftar sebagai restoran umum, tidak seperti ruang multi-kamar dan DVD," kata Kepala Kantor Perlindungan Pemuda Kim Sung Byuk.
Kim menambahkan bahwa fasilitas serupa pernah berkurang secara signifikan karena tindakan keras yang intensif, tetapi tampaknya muncul kembali baru-baru ini.
Room cafe tak melulu soal hubungan seks
Di tengah meningkatnya kritik terhadap room cafe, beberapa pemilik mengeluh bahwa bisnis mereka tidak semuanya tentang hedonisme remaja.
"Kami memang memiliki banyak pelanggan remaja, tetapi kami dengan tegas melarang pelanggan minum di dalam, dan selalu menjaga kebersihan fasilitas kami," kata seorang pria pemilik room cafe.
Ia menegaskan, kafe miliknya tidak melakukan penyimpangan, namun mengaku tidak bisa mengawasi segala sesuatu yang terjadi di balik pintu.
Pemilik kafe kamar lainnya yang bermarga Kim, yang menjalankan bisnis di Hongdae, mengatakan bahwa tidak semua room cafe mengundang remaja untuk melakukan hal-hal yang tidak pantas.
"Hanya ada sedikit bisnis yang memiliki kunci atau tempat tidur. Tidak adil merendahkan setiap room cafe karena beberapa pengecualian itu," kata Kim.
Edukasi seks remaja jadi sorotan
Sementara itu, fenomena room cafe sebagai lokasi berhubungan seks para remaja ini dipandang para ahli sebagai momentum bagi pemerintah untuk memperbaiki sistem pendidikan seks di sekolah. Sama seperti negara Asia pada umumnya, diskusi soal seks merupakan hal yang masih dianggap tabu untuk dilakukan.
Direktur Institut Pendidikan Seks Empati & Komunikasi, Cho Ara menjelaskan bahwa sekolah tidak hanya perlu mengajarkan siswa melindungi diri dari kekerasan seksual tetapi juga mengajarkan konsekuensi realistis dan perenungan mendalam mengenai hubungan seks.
"Kita harus mengizinkan remaja untuk secara alami mendiskusikan seks itu sendiri, serta memberi tahu mereka tentang masalah praktis seperti kontrasepsi, kehamilan, perawatan anak, dan aborsi. Selain itu, kita perlu menyediakan lingkungan di mana para remaja dapat merenungkan apa yang sebenarnya mereka inginkan," kata dia.
Sepakat dengan Cho Ara, Profesor Sejong University Bae Jungwon menunjukkan bahwa anak-anak sudah terpapar konten seksual di internet, tetapi mereka tidak dapat mendiskusikan seks dengan cara yang sehat karena pendidikan seks yang tepat belum dilakukan.
"Hanya memarahi remaja dengan mengatakan, 'Jangan pergi ke room cafe,' atau 'Jangan lakukan itu,' tanpa penjelasan tentang konsekuensi seks remaja atau seks tanpa kondom hanya akan membuat anak-anak kita cuek dan tidak terlindungi," kata Bae.
Simak Video "Video Korsel Gelar Pilpres, Tempat Pemungutan Suara Diserbu Warga"
(pin/fem)