Perusahaan fintech di Australia sedang kocar-kacir karena data-data mereka berhasil dibobol. Setidaknya ada 8 juta data yang berhasil dimaling.
Diberitakan CNN, Rabu (29/3/2023) Latitude Holdings, perusahaan pembayaran digital dan perusahaan pinjaman yang berbasis di Melbourne mengatakan pada hari Senin bahwa 7,9 juta nomor SIM Australia dan Selandia Baru dicuri dalam pencurian informasi skala besar pada 16 Maret.
Selain nomor SIM, perusahaan fintech Australia juga mengidentifikasi sekitar 53.000 nomor paspor dicuri dan kurang dari 100 pelanggan memiliki laporan keuangan bulanan yang dicuri. Lebih lanjut 6,1 juta catatan yang berasal dari tahun 2005 juga dicuri.
Perusahaan menambahkan bahwa pelanggan yang memilih untuk mengganti dokumen ID mereka yang dicuri akan diganti.
"Kami sedang memperbaiki platform yang terkena dampak serangan itu dan telah menerapkan pemantauan keamanan tambahan saat kami kembali beroperasi dalam beberapa hari mendatang," kata CEO Ahmed Fahour dalam sebuah pernyataan.
Perusahaan yang menyediakan layanan pembiayaan konsumen untuk pengecer besar Australia, Harvey Norman dan JB Hi-Fi mengungkapkan minggu lalu bahwa mereka telah menemukan bukti lebih lanjut tentang pencurian informasi. Geng ransomware telah membuang catatan klien Medibank yang dicuri terkait prosedur medis di web gelap.
Beberapa perusahaan Australia telah melaporkan serangan siber selama beberapa bulan terakhir. Para ahli mengatakan hal ini disebabkan oleh kurangnya staf industri keamanan siber di negara tersebut.
Tahun lalu, beberapa perusahaan terbesar Australia melaporkan pelanggaran data, mendorong pihak berwenang untuk meningkatkan upaya untuk meningkatkan keamanan dunia maya dan menerapkan aturan berbagi data yang lebih ketat untuk mencegah pelanggaran di masa mendatang.
Awal bulan ini, Latitude membuat platformnya offline dan Polisi Federal Australia dan Pusat Keamanan Siber Australia sedang menyelidiki serangan itu.
Simak Video "Video: Janji Albanese Usai Terpilih Sebagai PM Australia Lagi"
(sym/wsw)