Desa Sumampir, Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah dijuluki sebagai kampung janda musiman. Bagaimana kisah kampung itu?
Kaur Perencanaan Desa Sumampir, Ivana (27), menjelaskan istilah penggunaan kampung janda musiman berawal dari adanya orang-orang kreatif yang membuat film di desanya.
"Sebenarnya tidak salah juga sih karena memang di sini kebanyakan wanita. Karena, kalau dari desa kita mengundang aktivitas masyarakat di luar bulan-bulan yang mereka sedang merantau itu susah sekali. Jadilah istilah populernya kampung janda musiman," kata Ivana seperti dikutip dari detikJateng, Senin (5/6/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ya, sejatinya desa itu memiliki warga lelaki, tetapi mereka merupakan perantau. Banyaknya warga lelaki yang merupakan tulang punggung keluarga merantau, membuat mayoritas warga di desa ini dihuni oleh kaum perempuan.
Berdasarkan data pemdes setempat, penduduk Desa Sumampir tercatat ada 9.854 jiwa. Jumlah penduduk yang merantau berada di kisaran 40 persen.
"Laki-lakinya ada 5.121 dan perempuan 4.733. Dahulu waktu (pandemi) COVID kita data yang pulang ada sekitar 1.500-an. Jumlahnya fluktuatif karena ada yang colong-colongan juga pulangnya. Jadi bisa diperkirakan jumlah perantaunya segitu," kata Ivana.
Menurutnya tren para lelaki merantau sudah lama terjadi. Dia tidak tahu kapan persisnya, namun diperkirakan sebelum tahun 1980-an.
Saat itu, warga yang sebagian besar berprofesi sebagai petani sudah tidak bisa menggarap lahannya dengan maksimal karena mengalami kesulitan air.
Mereka mengawali perantauan dengan berangkat ke Pulau Sumatra. Termasuk ayah Ivana yang juga mantan perantau pada tahun 1990-an.
Ketika merantau, sebagian besar mengawali dengan berdagang. Mereka membawa produk asli dari Desa Sumampir yaitu kelambu industri rumahan.
Namun seiring berjalannya waktu, para perantau juga mengambil produk industri dari pabrik besar seperti tikar. Mereka juga berdagang tekstil dengan modal yang lebih besar lagi.
"Pedagang ini yang merantau mengambil untungnya harus besar juga. Bisa mencapai 300 persen. Karena kan tidak mungkin sudah jauh-jauh merantau tapi cuma untung sedikit. Tapi modalnya harus besar juga," kata Ivana.
Lambat laun mereka juga bekerja sebagai petani di lahan sawit. Saat ini warga Desa Sumampir sudah menyebar dari barat hingga timur Indonesia. Ivana menyebut tren pergeseran baru berubah ke wilayah timur dalam lima tahun terakhir.
"Sekarang trennya malah ke timur, seperti Bali dan Lombok NTT. Target mereka itu mereka bisa berhasil berdagang di sana. Dagangannya macam-macam, sekarang itu tikar ambil dari produsen. Jiwanya berdagang bukan produksi," jelasnya.
Ivana menyebut mereka yang merantau tidak serta-merta pergi dengan waktu yang lama. Dalam setahun bisa berangkat sampai tiga kali.
"Tapi kalau masih awal-awal itu perkiraan yang jelas di rumah waktu bulan puasa dan Lebaran. Di luar itu paling awal dan akhir tahun di rumah. Selain itu di perantauan," kata dia.
***
Artikel ini juga tayang di detikJateng. Selengkapnya klik di sini.
(fem/fem)
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol