Sircombo, Melestarikan Musik Melayu dan Hibur Pengunjung Istana Maimoon

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Sircombo, Melestarikan Musik Melayu dan Hibur Pengunjung Istana Maimoon

Sudrajat - detikTravel
Senin, 03 Jul 2023 09:12 WIB
Personel Sircombo, grup musik melayu yang biasa tampil di Istana Maimoon
Personel Sircombo, grup musik melayu yang biasa tampil di Istana Maimoon. (Sudrajat / detikcom)
Jakarta -

Kedua telapak tangan Khairul Effendi Batubara lincah ritmik menepuk-nepuk rebana di teras Istana Maimoon, Kamis (15/6/2023). Meski telah berusia 72 tahun dia seolah tak mau kalah dengan Ahmad Aji dan Tengku Chedi. Kedua pemuda yang mengapitnya di kanan-kiri itu masing-masing memainkan arkodeon dan gitar bas.

Di ujung sebelah kiri, vokalis Muharlaili asyik mendendangkan lagu, "Aku, Dia dan Lagu" ciptaan Kassim Masdor sambil menggoyangkan ringan badan dan tangannya.

Ku bertemu hanya semalam / ku berkata hanya sepatah / Ku terlupa serata alam kini ikatan cinta // Kau memberi senyuman rindu / ku tak dapat melupakanmu / Kau kuiring senyuman mesra / hanya semalam saja
Suasana sepi hanya terdengar kata dan lagu / Lagu teman hati hanya mimpi / Hanya itu kisah semalam kisah menjadi satu ciptaan / Kisah aku dia dan lagu jangan dipisahkan

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mereka tergabung dalam grup Sircombo. Setiap hari, sejak 2009, Khairul dan kawan-kawan tampil memainkan musik irama Melayu di istana peninggalan Sultan Makmun Al Rasyid Delia Perkasa Alamsyah di Kota Medan itu.

"Ini lebih karena panggilan hati dan hobi sekaligus melestarikan seni budaya yang menghasilkan materi," kata Khairul diiringi tawa kecil.

ADVERTISEMENT

Selain di Istana Maimoon, mereka menerima tawaran untuk tampil di acara-acara pernikahan maupun event-event lain, serta di TVRI. Meski dasarnya memainkan irama Melayu, mereka juga mahir mengiringi lagu-lagu dari etnis lain.

"Meski tanpa dilengkapi keyboard, lagu 'Ikan Dalam Kolam' pun bisa kami mainkan," Khairul sesumbar.

Lagu ciptaan Husein Bawafie itu belakangan kembali popular di media sosial setelah dinyanyikan El Corona feat Muqadam.

Personel Sircombo (Ahmad Aji, Khairul Effendi Batubara, Tengku Chedi, dan vokalis Muharlaili) saat beraksi di teras Istana Maimoon, Medan, Kamis (15/6/2023)Personel Sircombo (Ahmad Aji, Khairul Effendi Batubara, Tengku Chedi, dan vokalis Muharlaili) saat beraksi di teras Istana Maimoon, Medan, Kamis (15/6/2023) Foto: Sudrajat / detikcom

Di luar bermain musik, para personel Sircombo adalah guru. Ahmad Aji yang mahir memainkan akordeon, misalnya, memberikan ekstra kurikuler musik di SMK Istiqlal Deli Tua. Begitu juga dengan Muharlaili yang mengajar di sebuah SMP di Medan. Sedangkan Khairul mengajar gendang sejak 2009.

Setiap bulan mereka menerima honor dari pengelola istana masing-masing sebesar Rp 3,5 juta. Kalau honor untung manggung di pesta perkawinan, Sircombo mematok tarif Rp 6 juta.

Dengan demikian, sebetulnya penghasilan mereka dari bermusik jauh lebih besar ketimbang gaji sebagai guru. "Ya begitu lah, Bang. Makanya kami setia melakoni musik ini," Muharlaili menimpali diiringi tawa manja.

Crowded seperti pasar

Melansir laman Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Utara, Istana Maimoon (Maimun) dibangun dimulai 1888 dan selesai pada 1891. Arsiteknya, tentara Belanda kelahiran Maluku, Kapten Theodore van Erp. Dia memadukan gaya arsitektur lintas budaya seperti Melayu, Eropa, dan Persia.

Nama Maimun diambil dari nama permaisuri sultan yang bernama Siti Maimunah (berkah). Istana ini dibangun sebagai bukti cinta sultan kepada sang permaisuri.

Istana Maimun berdiri di atas lahan seluas 2.772 meter persegi, dengan luas bangunan seluas 772 meter persegi. Total bilik dan kamar di istana ini mencapai 30 ruangan.

Rombongan pengunjung memakai pakaian MelayuRombongan pengunjung memakai pakaian Melayu Foto: Sudrajat/detikcom

Istana Maimun didominasi warna kuning, yang menggambarkan kedigdayaan Kesultanan Melayu pada saat itu. Gaya arsitektur Melayu lainnya dapat ditemukan dalam atap istana yang berbentuk limas. Nuansa Melayu semakin kuat dengan corak pucuk rebung dan awan boyan.

Untuk nuansa Eropa dalam Istana Maimun tampak pada tiang-tiang penyangga, dinding vertikal dan kubah. Lantai tangga utama, pintu masuk balairung, tempat Sultan menerima tamu dan menggelar upacara, mencirikan budaya Italia.

Sayang, istana ini di beberapa bagian telah mulai lapuk dan kotor. Kurang terawat dengan baik. Kondisi tersebut diperburuk oleh para penjual aneka suvenir yang justru menempati ruang-ruang strategis sehingga membuat pengunjung kurang nyaman. Apalagi siang itu penulis berkunjung bersamaan dengan seratusan pelajar SMP dari pinggiran kota Medan. Suasananya benar-benar crowded seperti di pasar.




(jat/fem)

Hide Ads